Tuesday 12 June 2012
Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Tuesday, June 12, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Pendidikan
di Indonesia sangatlah banyak, akan tetapi pendidikan yang mencakup tentang Agama
sangatlah sedikit, banyak diantara mereka yang kurang bahkan sama sekali tidak
memahami pendidikan tentang agama.
Di
zaman sekarang ini, pendidikan agama sangatlah penting, namun ironisnya banyak
sekali diantara mereka yang mengkesampingkan hal-hal atau ilmu-ilmu yang
mencankup tentang keagamaan.
Petunjuk-petunjuk
yang akan ditemui dalam memahami pendidikan tentang agama sangatlah banyak
sekali manfaatnya dalam kehidupan manusia, sebagaiman yang terdapat di dalam
sumber ajarannya, al-qur’an dan hadits, tampak amat ideal dan agung.
Dalam
agama khususnya agama Islam, mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif
menghargai akal fikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
memenuhi kkebutuhan material dan
spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,
bersikap terbuka demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan,
anti-feodalistik, mencintai kebersihan dan sikap-sikap positif lainnya.[1]
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah pada
makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Apa
yang pengertia dari Pendidikan dan Agama
?
b. Bagaimana
cara penerapan Sistem Nilai dan Moral Agama ke dalam Proses Kependidikan ?
c. Bagaimana cara menanamkan Nilai Absolut Agama, Nilai
Sekuler, dan Nilai-nilai Humanisme dalam Pendidikan ?
d. Bagaimana
Cara-cara Mentransformasikan dan Menginternalisasikan Nilai-nilai Agama ke
dalam Pribadi Peserta Didik ?
C. Sistematika Penulisan Makalah
a. Untuk
mengetahui pengertian dari Pendidikan dan Agama
b. Untuk
mengetahui cara penerapan Sistem Nilai dan Moral Agama
Ke
dalam Proses Kependidikan
c. Untuk
mengetahui cara menanamkan Nilai Absolut Agama, Nilai Sekuler, dan Nilai-nilai
Humanisme dalam Pendidikan
d. Untuk
mengetahui cara mentransformasikan dan menginternalisasikan Nilai-nilai Agama
ke dalam Pribadi Peserta Didik
BAB II
PENDIDIKAN AGAMA DI
INDONESIA
A. Pengertian Pendidikan dan Agama
Pendidikan
berasal dari kata “didik”, lalu kata inni mendapat awalan me sehingga menjadi “mendidik”, artinya
memelihara dan memberi latihan. Pengertian “ Pendidikan “ menurut kamus
Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.
Secara
sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan ( etimologis
) dan sudut istilah ( terminologis ). Mengartikan agama dari sudut
kebahasaan akan terasa lebih mudah daripada mengartikan agama dari sudut
istilah, karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan
subyektivitas dari orang yang mengartikannya.[2]
Atas
dasar ini, maka tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak
tertarikmen definisikan agama. James H. Leuba, misalnya, berusaha mengumpulkan
semua definisi yang pernah dibuat orang tentang agama, tak kurang dari 48
teori. Namun akhirnya ia berkesimpulan bahwa usaha untuk memmbuat definisi
agama itu tak ada gunanya karena hanya merupakan kepandaian lidah.[3]
Pengertian
agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun
Nautio. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal
pula kata din dari bahasa arab dan kata religi dari bahasa eropa.
Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit.menurut satu pendapat, demikian
Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam =
pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat diwarisi secara turun
temurun.
Selanjutnya
din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau Hukum. Dalam bahsa
arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukan, patuh, utang, balasan, dan
kebiasaan.
Adapun
pengertian agama secara istilah dapat dikemukakan sebagai berikut. Elizabet K.
Nottingham dalam bukunya Agama dan Masyarakat berpendapat bahwa agama
adalah gejala ang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu
usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah.
Selanjutnya
karena demikian banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan para ahli,
Harun N asution mengatakan bahwa dapat diberi definisi sebagai berikut: 1).
Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus
dipatuhi; 2). Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai kekuatan
manusia; 30. Mengingat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi pertumbuhan-pertumbuhan
manusia; 4). Kepercayaan pada suatu kesatuan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu; 5). Suatu system tingkah laku ( code of coduct ) yang berasal
dari kekuatan gaib; 6). Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang
diyakini pada suatu kekuatan gaib; 7). Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang
timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang
terdapat dalam alam sekitar manusia; 8). Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada
manusia melalui seoranng Rosul.[4]
B. Penerapan Sistem Nilai dan Moral Agama ke dalam
Proses Kependidikan
Manusia
menurut ajaran Islam terdiri dari dua unsur, yaitu unsur ardi dan unsur samawi. Unsur ardi adalah jasmaniah dan unsur samawi
adalah rohaniah. Kenyataan ini diakui oleh ahli filsafat sejak zaman Yunani
sampai sekarang.
Jasmaniah
meliputi seluruuh jasad manusia, baik yang keliatan maupun yang tidak keliatan,
( terdapat di bagian dalam tubuh kita ).
Jasmaniah
mempunyai dorongan dan hawa nafsu, bila tidak dikembalikan ia dapat membuat
kesalahan atau keonaran, atau melanggar peraturan. Begitu pula rohani, walaupun
selalu mengajak manusia ke jalan yang lurus dan kepada perbuatan yang benar.
Tapi karena pengaruh lingkungan ia dapat tergelincir dan melaksanakan perbuatan yang
melanggar ketentuan, sebab itu ia memerlukan.
Dewasa
ini makin terasa perlunya manusia dibentengi dengan nilai-nilai luhur agama,
mengingat pengaruh yang besar terhadap kehiduan manusia. Keduanya dapat
menyeret manusia pada kelalaian, kealapaan, dan lupa diri. Sebagian manusia
yang dulunya kuat imannya kadangkala terpeleset dan merupakan ajaran yang
selama ini dipegangnya dengan teguh. Akibatnya merugikan orang banyak ulah
nafsu yang tidak terkendalikan.
Sebagian
orang yang melakukan tindak kejahatan seperti dikemukakan di atas, tingkah laku
ataupun sikapnya, dapat ditelusuri melalui pendidikan dan lingkungannya.
Biasanya bila pendidikan baik, ia akan bertingkah laku baik pula sesuai dengan
pengaruh lingkungannya karena telah menginternalisaikan nilai-nilai luhur agama yang diajarkan kepadanya sejak kecil
sampai ia memasuki usia kedewasaannya. Begitu pula pendidikan agama yang pernah
diterimanya di sekolah akan mempengaruhi
perkembanngan jiwanya dan mewarnai kepribadiannya.
Menurut
Sigmund Freud ( tokoh psikoanalisis ) bahwa tingkah laku seseorang dalam
kehidupannya di dalam masyarakat/ pergaulan, dapat dicari asal usulnya darri
keadaan pendidikan dan kehidupan rumah tangganya ataupun lingkungannya.
Pendidikan
moral ini dalam Islam berjalan sangat sistematis dan kontinu, yaitu mulai dari
lingkungan keluarga sampai ke lingkungan sekolah dan masyarakat dengan berbagai
saluran. Peneerapan nilai ajaran dan norma agama ini antara lain melalui rukun islam yang lima
itu.
Pengakuan
yang tulus dan sadar akan ke-Esaan Allah dan Muhammaad sebagai Rasul-Nya yang
membawa semua ajaran-ajarn-Nya yang benar dan mutlak itu yang kesemuanya adalah
untuk kebaiikan umat manusia itu sendiri. Pengakuan ini dalam islam di kenal
dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai pengakuan menjadi umat islam
dengan segala konsekuensinya.
Bila
pengakuan yang diucapkan secara lisan ini keluar dari hhati nurani yang bersih
tanpa paksaan atau motivasi ganda selain Allah, maka semua aturan dan
laraangan-Nya akan dipatuhi dan dikerjakan tanpa argumentasi untuk menolaknya
dan akan dilakukan secara konsekuen dan murni. Semua larangan tidak akan
dikerjakan atau ditinggalkan sebagai perwujudan dari pengakuan paripurna sebagai
umat-Nya. Tetapi kebannyakan umat-Nya atau sebagian mereka kesadaran akan
pengakuan ini tampaknya kurang mmantap, karena masih banyak larangan-Nya yang
dilanggar dan suruhan-Nya tidak dikerjakan secara utuh. Bila amal dilakukan
secara kontinu selama hayat masih dikandung badan secara sadar dengan hanya
mengharapkan ridha-Nya serta berusaha kearah itu, maka mustahil kiranya
permohonan untuk kesucian ini tidak akan dapat perkenan-Nya.
Penegasan
Allah ini dinyatakan-Nya dalam surat Al-Ankabut ayat 45 yaitu sebagai berikut:
“ bacalah apa yang kamu
wahyukan kepadamu, yaitu Al-Qur’an dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat
itu mencegah dari perbuatan keji dan mungka. Dan sesungguhnya mengingat Allah
melalui shalat adalah lebih besarkeuntungannya dari ibadah-ibadah lainnya. Dan
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
C. Nilai-nilai Relatif Kebudayaan, Nilai Absolut Agama,
Nilai Sekuler dan Nilai-nilai Humanisme dalam Pendidikan
Kebudayaan
adalah hasil budi daya, karsa dan interaksi manusia dengan sesamanya, dan
dengan lingkungannya. Untuk mengadakan interaksi ini manusia manusia
menciptakan aturan-aturan dan nilai-nilai tertentu. Aturan dan nilai tertentu
ini dapat berbentuk tata tertib, etika, adat dan aturan perundang-undangan
atau konsensus.
Secara umum dapat kita lihat dimanapun
di dunia ini aturan dan nilai yang di anggap luhur oleh manusia itu adakalanya dihasilkan atas dasar pengalaman
yang berulang kali, ide atau kekuasaan manusia sendiri. Hasil aturan dan yang
dibuat ini berlaku turun temurun dengan diadakan perombakan dan penyesuaian disana-sini.
Lain
halnya dengan sistem nilai yang terdapat dalam agama khususnya agama Islam. Nilai
dan aturan dalam agama ini bersifat kekal, kaku dan Mutlak. Ia tidak dapat diubah
oleh tangan-tangan manusia, karena bukan ciptaan manusia. Ia dibuat oleh yang
Maha Pencipta dan Maha Kuasa. Maka dikatakan nilai kebudayaan itu nilainya
relatif, yaitu tidak kekal, ia berubah sesuai dengan kondisi dan kemauan
manusia itu sendiri untuk mengubah sesuai dengan kebutuhan. Allah sendiri
mengaku, bahwa dunia ini tidak kekal, ia fana dan berubah, sebab itu alam
selalu bersifat baru. Hanya Sunatullah, aturan Allah yang tidak berubah.
Perkataan
sekuler berasal dari kata seculer (Ing), berarti bersifat umum, tidak
religious, tidak suci, pandanngan hidup yang tidak bercirikan agama sama
sekali.
Pendidikan
sekuler dalam pendidikan mulai timbul pada zaman renaisance pada abad 14, yang
memunculkan kembali ide-ide kemanusiaan yang diknal dengan gerakan Humanisme
adalah Francesco Petrarca ( 1304- 1374 ) di Italia.
Aliran
humanis ini kemudian berkembang ke luar Italia dan menyebarkan keseluruh
daratan Eropa dan mempengaruhi pemikiran pendidikan di berbagai negeri. Dalam
perkembangannya aliran ini berkembang menjadi humanis religious dan humanis
ateis. Aliran human ateis kemudian menjadi aliran sekuler dan dewasa ini
dikenal dengan sekulerisme.
Aliran
humanis religious walaupun mendidik anak atas dasar sifat-sifat alami peserta
didik, tetapi pendidikan agama tidak dihilangkan sama sekali, walaupun peserta
didik di dididik dengan berbagai
pengalaman dan intelektual , namun pendidikan pendidikan keahlian tetap
diberikan. Lain halnya dengan pendidikan sekuler yang mengarahkan perkembangan
peserta didik kepada masalah-maalah keduniaan. Menurut pendidikan sekuler
nilai-nilai yang ditemukan dan digali adalah hasil renungan atau hasil
spekulasi manusia sesuai dengan pengalaman dan lingkungannya.
D. Cara-cara Mentransformasikan dan
menginternalisasikan Nilai-nilai Agama ke dalam Pribadi Peserta Didik
Para
ahli didik telah sepakat, bahwa salah satu tugas yang diemban oleh pendidikan
adalah mewariskan nilai-nilai luhur budaya kepada [eserta didik dalam upaya
membentuk kepribadian yang intelek bertanggung jawab melalui jalur pendidikan.
Melalui pendidikan yang di proses secara formal, nilai-nilai luhur tersebut
termasuk nilai-nilai luhur agama akan menjadi bagian dari kepribadiannya.
Untuk
melaksanakan kedua kegiatan pendidikan inni, banyak cara yang dilakukan oleh
setiap pendidik. Antara lain :
a. Pergaulan
b. Member
suri tauladan
c. Mengajak
dan mengamalkan
Dibawah
ini ketiga cara tersebut dibahas secara singkat :
Pendidikan
terpokok pangkal kepada pergaulan yang bersifat edukatif antara pendidik dengan
peserta didik. Melalui pergaulan, pendidik dan peserta didik saling
berinteraksi dan saling menerima dan memberi. Pendidik dalam pergaulan memegang
peranan penting. Melalui pergaulan, pendidik mengkomunikasikan nilai-nilai
luhur agama, baik dengan jalan diskusi maupun tanya jawab.
Suri
taladan adaalah alat pendidikan yang sangat efektif bagi kelangsungan
komunikasi nilai-nilai agama. Konsep suri tauladan adalah Ki Hajar Dewantoro
mendapat tekanan utamanya yang ing ngarso sung tulodo, melalui ing ngarso sung
tulodo pendidik menampilkan suri tauladannya, dalam bentuk tingkah laku,
pembicaraan, cara bergaul, amal ibadah, tegur sapa dan sebagainya.Selanjutnya
dikatakan, bahwa pengaruh suri tauladan dalam penanaman nilai-nilai agama dapat
secara langsung dan disengaja.
Dalam teori pendidikan terdapat metode
belajar yang bernama Learning by doing yaitu belajar dengan
memperaktekan teori yang dipelajari. Dengan mengamalkan ilmu yang dipelajari
akan menimbulkan kesan yang mendalam sehingga menjadi milik sendiri. Secara pedagogis
agam Islam yang dipelajari.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pembahasan ini dapat di
simpulkan,bahwa Pendidikan Agama sangatlah penting, karna agama adalah pegangan/
keyakinan yang menjadi dasar pegangan dalam kehidupan.
Pendidikan agamapun harus ditenerapan ke dalam
system nilai dan moral agama ke dalam proses kependidikan, nilai relative
kebudayaan, nilai absolute agama, nilai sekuler dan nilai-nilai humanism dalam
pendidikan,bahkan pendidikan agamapun berpenngaruh dalm mentranformasikan dan
menginternalisasikan ke dalam pribadi pserta didik. Itulah pentingnya
pendidikan Agama di Indonesia, guna
untuk menciptakan masyarakat yang beragama dan berbudi luhur.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhibbin Syah, Psikologi
pendidikan dengan pendekatan, cet. PT. REMAJA ROSDAKARYA , Bandung : 2004
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi
Study Islam, cet., PT. Grafindo Persada, Jakarta : 2011
Drs. H. Fu’ad Ihsan, Dasar-dasar
kependidikan, cet. Rineka cipta, Jakarta : 2010
[1] Lihat Fadhil Al-Jamali, Menerabas Krisis
Pendidikan Dunia Islam, ( terj.) H.M. Arifin, ( Jakarta: Golden Terayon
Press, 1992), cet. II, hlm. 11- 21.
[2]
Istilah dapat diartika sebagai suatu
kesepakaatan para ahli mengenai makna dari sesuatu setelah terlebih dahulu
meninggalkan maknakebahasaannya. Lihat Mustafa Al-Siba’i, sunah dan
peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991),
cet. I; A, Khaer Suryaman, Pengantar Ilmu Hadis, ( Jakarta: IAIN Jakarta,
1982), cet. I, hlm. 13.
[3] Abudin Nata, Al-qur’an (Disarah IIslamiah
l ), ( Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1993), cet.l, hlm. 7.
[4] Harun Nasution, op.cit., hlm. 10.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment