• Silsilah Nabi dan Rasulullah SAW

    At Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Jabir ra; ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia, aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian berpegang dengannya, pasti kalian tidak akan tersesat: Kitabullah dan keturunanku.” (Al Jami ash Shahih; hadits 3786).

  • Fakta Unik Tentang Ka'bah

    Ka’bah merupakan kiblat shalat bagi seluruh umat Muslim sedunia. Lokasi Ka’bah berada di dalam wilayah Masjidil Haram yang terletak di kota Makkah, Arab Saudi.

  • 40 Fakta Unik Tentang Islam

    Sebagian orang masih banyak yang meragukan tentang kebenaran agama islam, tak kecuali adalah mereka yang telah mengaku sebagai muslim.

  • K.H. Ahmad Rifa'i Arief

    K.H. Ahmad Rifa'i Arief (lahir 30 Desember 1942 – meninggal 16 Juni 1997 pada umur 54 tahun) adalah seorang kiai perintis dan pendiri Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Pondok Pesantren La Tansa, Pondok Pesantren Sakinah La Lahwa, serta Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi/Sekolah Tinggi Agama Islam (STIE/STAI) La Tansa Mashiro.

  • Enta Eih

    Enta eih mesh kfaya aalaik Tegrahni haram aalaik ent eeih Enta laih dimooai habeebi tehoun aalaik Tab w laih ana radya enak tegrahni w roohi feek Tab w laih yaani eih radya beaazabi bain edaik (x2)

  • Just Believe In Your Dreams

    Percayalah pada apa yang anda rasakan di dalam. Dan memberikan impian anda sayap untuk terbang. Anda memiliki semua yang anda harapkan. Jika anda hanya percaya.

Saturday 20 April 2013

Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Saturday, April 20, 2013

            Dalam Fiqh, ada salah satu cabang ilmu yang disebut Tarikh al-Tasyri, dan berisikan sejarah serta perkembangan hukum islam. Dalam buku-buku Tarikh al-Tasyiri, biasa diadakan pembabkan atau periodisasi hukum islam atas dasar ciri-ciri khas dan hal-hal yang menonjol pada suatu kurun waktu tertentu, namun secara garis besar perkembangan Ushul Fiqh melalui 3 periode diantaranya (1)

  1. 1.        PERIODE RASULULLAH
Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran dan Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka Rauslullah SAW menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadits atau sunnah.
Hal ini antara lain dapat diketahui dari sabda Rasulullah SAW sebagai berikut: “Sesungguhnya saya memberikan keputusan kepadamu melalui pendapatku dalam hal-hal yang tidak diturunkan wahyu kepadaku.” 
(HR. Abu Daud dari Ummu Salamah)
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan fiqih (hukum Islam) dikembalikan kepada Rasul. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa sumber fiqih adalah wahyu Allah SWT. Namun demikian juga terdapat usaha dari beberapa sahabat yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Hal ini didasarkan pada Hadis muadz bin Jabbal sewaktu beliau diutus oleh Rasul untuk menjadi gubernur di Yaman. Sebelum berangkat, Nabi bertanya kepada Muadz:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ كَيْفَ تَقْضِي فَقَالَ أَقْضِي بِمَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Sesungguhnya Rasulullah Saw. mengutus Mu’adz ke Yaman. Kemudian Nabi bertanya kepada Muadz bin Jabbal: Bagaimana engkau akan memutuskan persoalan?, ia menjawab: akan saya putuskan berdasarkan Kitab Allah (al-Quran), Nabi bertanya: kalau tidak engkau temukan di dalam Kitabullah?!, ia jawab: akan saya putuskan berdasarkan Sunnah Rasul SAW, Nabi bertanya lagi: kalau tidak engkau temukan di dalam Sunnah Rasul?!, ia menjawab: saya akan berijtihad dengan penalaranku, maka Nabi bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik atas diri utusan Rasulullah (HR. Bukhari).
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa Ushul Fiqih secara teori telah digunakan oleh beberapa sahabat, walaupun pada saat itu Ushul Fiqih masih belum menjadi nama keilmuan tertentu. Salah satu teori Ushul Fiqih adalah, jika terdapat permasalahan yang membutuhkan kepastian hukum, maka pertama adalah mencari jawaban keputusannya di dalam al-Quran, kemudian Hadis. Jika dari kedua sumber hukum Islam tersebut tidak ditemukan maka dapat berijtihad.
Hadits ini secara tersurat tidak menunjukkan adanya upaya Nabi mengembangkan Ilmu Ushul Fiqh, tapi secara tersirat jelas Nabi telah memberikan keluasan dalam mengembangkan akal untuk menetapkan hukum yang belum tersurat dalam Al-Quran dan Sunnah. (2)
(1) Al-Hudhari Byk, Ushul al-Fiqh, Maktabah tija’riyah al-Kubro, Mesir,1969 hal.4
(2) sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan-fiqh _files (google), 6 Oktober 2012
Artinya dengan keluwesannya Nabi dalam melakukan pemecahan masalah-masalah ijtihadiyah telah memberikan legalitas yang kuat terhadap para sahabat. Dalam sebuah haditsnya yang mengandung kebolehan bagi manusia untuk mencari solusi terhadap urusan-urusan keduniaan.
Rasulullah bersabda :
ا نتم ا علم با مو ر د نيا كم
“Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu.”

Dorongan untuk melakukan ijtihad itu tersirat juga dalam hadits Nabi yang menjelaskan tentang pahala yang diperoleh seseorang yang melakukan ijtihad sebagai upaya yang sungguh-sungguh dalam mencurahkan pemikiran baik hasil usahanya benar atau salah.
Selain dalam bentuk anjuran dan pembolehan ijtihad oleh Nabi di atas, Nabi sendiri pada dasarnya telah memberikan isyarat terhadap kebolehan melakukan ijtihad setidak-tidaknya dalam bentuk qiyas sebagaimana dapat kita temukan dalam hadits-haditnya sebagai berikut :
“Seorang wanita namanya Khusaimiah datang kepada Nabi dan bertanya, Ya Rasulullah ayah saya seharusnya telah menunaikan haji, dia tidak kuat duduk dalam kendaraan karena sakit, Apakah saya harus melakukan haji untuknya? Jawab Rasulullah dengan bertanya bagaimana pendapatmu bila Ayahmu mempunyai utang? Apakah engkau harus membayar? Perempuan itu menjawab , Ya, Nabi berkata utang kepada Allah lebih utama untuk dibayar.
Hadits ini menggambarkan upaya qiyas yang dilakukan oleh Nabi, yaitu ketika seorang sahabat datang kepada Nabi yang menanyakan tentang keharusan penunaian kewajiban ibadah haji bapaknya yang mengidap sakit, Nabi menegaskan keharusan penunaiannya dengan melakukan pengqiyasan terhadap pembayaran utang antara sesama manusia.
Ada satu hal yang perlu dicatat, kehadiran Nabi sebagai pemegang otoritas tunggal dalam permasalahan-permasalahan hukum membuat Nabi sangat berhati-hati disatu pihak, dan terbuka dipihak lain. Sikap hati-hati yang ditempuh oleh Nabi dalam rangka penerapan hukum Islam bidang ibadah. Penjelasan Nabi yang berkaitan dengan ini cukup rinci. Wahyu memegang peranan sangat penting. Sikap terbuka yang ditempuh oleh Nabi dalam upaya pengembangan hukum Islam bidang muamalah.
Dalam beberapa kasus, Rasulullah SAW juga menggunakan qiyas ketika menjawab pertanyaan para sahabat. Misalnya ketika menjawab pertanyaan Umar Ibn Khatab tentang batal atau tidaknya puasa seseorang yang mencium istrinya. Rasulullah SAW bersabda :
“Apabila kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu batal?” Umar menjawab:”Tidak apa-apa” (tidak batal). Rasulullah kemudian bersabda “maka teruskan puasamu.”(HR al-Bukhari, muslim, dan Abu Dawud).
Hadits ini mengidentifikasikan kepada kita bahwa Rasulullah SAW jelas telah menggunakan qiyas dalam menetapkan hukumnya, yaitu dengan mengqiyaskan tidak batalnya seseorang yang sedang berpuasa karena mencium istrinya sebagaimana tidak batalnya puasa karena berkumur-kumur.(3)

  1. 2.         PERIODE SAHABAT
Semenjak Nabi Saw wafat, pengganti beliau adalah para sahabatnya. Periode ini dimulai pada tahun 11 H sampai pertengahan abad 1 H (50 H). Pembinaan hukum Islam dipegang oleh para pembesar sahabat, seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Tholib dan Ibn Mas’ud. Pada masa ini pintu ijtihad/istimbat telah mulai dikembangkan, yang pada masa Nabi Saw tidak pernah mereka gunakan, terkecuali dalam permasalahan yang amat sedikit.(2)
           
(3) Syafi’I,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung
(2) sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan-fiqh _files (google), 6 Oktober 2012

 Para sahabat menggunakan istilah “al-Ra’yu”, istilah ini dalam pandangan sahabat seperti yang dikemukakan oleh Ibn Qayyim dalam kitab I’lam al-Muwaqqi’in- adalah sesuatu yang dilihat oleh hati setelah terjadi proses pemikiran, perenungan dan pencarian untuk mengetahui sisi kebenaran dari permasalahan yang membutuhkan penyelesaian. Al-Ra’yu dalam pengertian ini mencakup qiyas, istihsan dan istishlah. Meskipun demikian mereka belum menamakan metode penggalian hukum seperti ini dengan nama ilmu Ushul Fiqih, namun secara teori mereka telah mengamalkan metodenya.(2)
Memang, semenjak masa sahabat telah timbul persoalan-persoalan baru yang menuntut ketetapan hukumnya. Untuk itu para sahabat berijtihad, mencari ketetapan hukumnya. Setelah wafat Rasulullah SAW sudah barang tentu berlakunya hasil ijtihad para sahabat pada masa ini, tidak lagi disahkan oleh Rasulullah SAW, sehingga dengan demikian semenjak masa sahabat ijtihad sudah merupakan sumber hukum.
Sebagai contoh hasil ijtihad para sahabat, yaitu : Umar bin Khattab RA tidak menjatuhkan hukuman potong tangan kepada seseorang yang mencuri karena kelaparan (darurat/terpaksa). Dan Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa wanita yang suaminya meninggal dunia dan belum dicampuri serta belum ditentukan maharnya, hanya berhak mendapatkan mut’ah. Ali menyamakan kedudukan wanita tersebut dengan wanita yang telah dicerai oleh suaminya dan belum dicampuri serta belum ditentukan maharnya, yang oleh syara’ ditetapkan hak mut’ah baginya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :

لا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ
Artinya :
“Tidak ada sesuatupun (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu memberikan mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Al-Baqarah : 236).

Dari contoh-contoh ijtihad yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, demikian pula oleh para sahabatnya baik di kala Rasulullah SAW masih hidup atau setelah beliau wafat, tampak adanya cara-cara yang digunakannya, sekalipun tidak dikemukakan dan tidak disusun kaidah-kaidah (aturan-aturan)nya ; sebagaimana yang kita kenal dalam Ilmu Ushul Fiqh ; karena pada masa Rasulullah SAW, demikian pula pada masa sahabatnya, tidak dibutuhkan adanya kaidah-kaidah dalam berijtihad dengan kata lain pada masa Rasulullah SAW dan pada masa sahabat telah terjadi praktek berijtihad, hanya saja pada waktu-waktu itu tidak disusun sebagai suatu ilmu yang kelak disebut dengan Ilmu Ushul Fiqh karena pada waktu-waktu itu tidak dibutuhkan adanya. Yang demikian itu, karena Rasulullah SAW mengetahui cara-cara nash dalam menunjukkan hukum baik secara langsung atau tidak langsung, sehingga beliau tidak membutuhkan adanya kaidah-kaidah dalam berijtihad, karena mereka mengetahui sebab-sebab turun (asbabun nuzul) ayat-ayat Al-Qur’an, sebab-sebab datang (asbabul wurud) Al- Hadits, mempunyai ketazaman dalam memahami rahasia-rahasia, tujuan dan dasar-dasar syara’ dalam menetapkan hukum yang mereka peroleh karena mereka mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam terhadap bahasa mereka sendiri (Arab) yang juga bahasa Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan pengetahuan yang mereka miliki itu, mereka mampu berijtihad tanpa membutuhkan adanya kaidah-kaidah.(4)




(2) sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan-fiqh _files (google), 6 Oktober 2012
(4) Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka Pelajar Offset, 1996

  1. 3.       PERIODE TABI’IN DAN IMAM MAZHAB
Pada masa tabi’in, tabi’it-tabi’in dan para imam mujtahid, di sekitar abad II dan III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak berbahasa Arab dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya. Banyak diantara para ulama yang bertebaran di daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit penduduk daerah-daerah itu yang memeluk agama Islam. Dengan semakin tersebarnya agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan semakin banyak persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di berbagai daerah itu berijtihad mencari ketetapan hukumnya.
Karena banyaknya persoalan-persoalan hukum yang timbul dan karena pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang yang berkembang dengan pesat yang terjadi pada masa ini, kegiatan ijtihad juga mencapai kemajuan yang besar dan lebih bersemarak.
Dalam pada itu, pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan perdebatan antara para ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan saja antara ulama satu daerah dengan daerah yang lain, tetapi juga antara para ulama yang sama-sama tinggal dalam satu daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah syari’ah yakni kaidah-kaidah yang bertalian dengan tujuan dan dasar-dasar syara’ dalam menetapkan hukum dalam berijtihad.
Demikian pula dengan semakin luasnya daerah kekuasan Islam dan banyaknya penduduk yang bukan bangsa Arab memeluk agama Islam. Maka terjadilah pergaulan antara orang-orang Arab dengan mereka. Dari pergaulan antara orang-orang Arab dengan mereka itu membawa akibat terjadinya penyusupan bahasa-bahasa mereka ke dalam bahasa Arab, baik berupa ejaan, kata-kata maupun dalam susunan kalimat, baik dalam ucapan maupun dalam tulisan. Keadaan yang demikian itu, tidak sedikit menimbulkan keraguan dan kemungkinan-kemungkinan dalam memahami nash-nash syara’. Hal ini mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah lughawiyah (bahasa), agar dapat memahami nash-nash syara’ sebagaimana dipahami oleh orang-orang Arab sewaktu turun atau datangnya nash-nash tersebut.(3)


TAHAP PERKEMBANGAN USHUL FIQH
secara garis besarnya, ushul fiqh dapat di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
  1. 1.        Tahap awal (abad 3H)
pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin meluas kebagian timur.khalifah-khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : Al-Ma’mun(w.218H), Al-Mu’tashim(w.227H), Al Wasiq(w.232H), dan Al-Mutawakil(w.247H) pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan Islam yang dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam ketika itu adalah berkembangnya bidang fiqh yang pada giliranya mendorong untuk disusunya metode berfikir fiqih yang disebut ushul fiqh.
Seperti telah dikemukakan, kitab ushul fiqh yang pertama-tama tersusun seara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi’i. kitab ini dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang bertnilai tinggi. Ar-Razi berkata “kedudukan As-Syafi’i dalam ushul fiqh setingkat dengan kedudukan Aristo dalam ilmu Manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-rud”.(4)




(3) Syafi’I,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung
(4) Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka Pelajar Offset, 1996
Ulama sebelum As-Syafi’i berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh dan menjadikanya pegangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syari’at dan cara memegangi dan cara mentarjih kanya: maka datanglah Al-Syafi’i menyusun ilmu ushul fiqih yang merupakan kaidah-kaidah umum yang dijadikan rujukan-rujukan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dalil syar’I, kalaupun ada orang yang menyusun kitab ilmu ushul fiqh sesudah As-Syafi;I, mereka tetap bergantung pada Asy-Syafi’i karena Asy-Syafi’ilah yang membuka jalan untuk pertama kalinya.
Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab ushu fiqh lainya. Isa Ibnu Iban(w.221H\835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas. Khabar Al-Wahid, ijtihad ar-ra’yu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-Nazham (w.221H\835M) menulis kitab An-Nakl dan sebagainya.
Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul-fiqh yang ada pada abad 3 h ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqh yang utuh dan mencakup segala aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalah lah yang mencakup permasalahan-permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian Para Fuqoha pada zaman itu.
Disamping itu, pemikiran ushuliyah yang telah ada, kebanyakan termuat dalam kitab-kitab fiqh, dan inilah salah satu penyebab pengikut ulama-ulama tertentu mengklaim bahwa Imam Madzhabnya sebagai perintis pertama ilmu ushul fiqh tersebut. Golongan Malikiyah misalnya mengklaim imam madzhabnya sebagai perintis pertama ushul fiqh dikarenakan Imam Malik telah menyinggung sebagian kaidah-kaidah ushuliyyah dalam kitabnya Al Muwatha. Ketika ia ditanya tentang kemungkinan adanya dua hadits shoheh yang berlawanan yang datang dari Rasulluloh pada saat yang sama, Malik menolaknya dengan tegas, karena ia berperinsip bahwa kebenaran itu hanya terdapat dalam satu hadits saja(4)

  1. 2.        Tahap perkembangan (abad 4 H)
Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty abaSsiyah dalam bidang politik. Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian tidak berpengaruh terhadap perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama ketika itu karena masing-masing penguasa daulah itu berusaha memajukan negrinya dengan memperbanyak kaum intelektual.
Khusus dibidang pemikiran fiqh Islam pada masa ini mempunyai karakteristik tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri’ Islam. Pemikiran liberal Islam berdasarkan ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. mereka mengangagap para ulama terdahulu mereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi mengeluarkan pemikiran yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja, akibatnya aliran-aliran fiqh semakin mantap exsitensinya, apa lagi disertai fanatisme dikalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut madzhab tertentu dan larangan melakukan berpindahan madzhab sewaktu-waktu.
Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dikatakan taqlid, karena masing-masing pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatan ilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para pendahulunya.dengan melakukan usaha antara lain:
  1. 1.             Memperjelas ilat-ilat hukum yang di istinbathkan oleh para imam mereka mereka disebut ulama takhrij
  2. 2.             Mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab baik dalam segi riwayat dan dirayah.
  3. 3.             Setiap golongan mentarjihkanya dalam berbagai masalah khilafiyah. Mereka menyusu kitab al-khilaf(3)



(4) Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka Pelajar Offset, 1996
(3) Syafi’I,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung
Akan tetapi tidak bisa di ingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah tertutup, akibatnya dalam perkembangan fiqh Islam adalah sebagai berikut:
  1. 1.        Kegiatan para ulama terbatas terbatas dalam menyampaikan apa yang telah ada, mereka cenderung hanya mensyarahkan kitab-kitab terdahulu atau memahami dan meringkasnya.
  2. 2.        Menghimpun masalah-masalah furu yang sekian banyaknya dalam uaraian yang sungkat
  3. 3.        Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah permasalahan.
Keadaan tersebut sangat, jauh berbeda di bidang ushul fiqh. Terhentinya ijtihad dalam fiqh dan adanya usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para ulama terdahulu dan mentarjihkanya. Justru memainkan peranan yang sangat besar dalam bidang ushul fiqh.
Sebagai tanda berembangnya ilmu ushul fiqh dalam abad 4 H ini ditandai dengan munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang merupakan hasil karaya ulama-ulama fiqh diantara kitab yan terekenal adalah:
  1. 1.             Kitab Ushul Al-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubaidillah Ibnu Al-Husain Ibnu Dilal Dalaham Al-Kharkhi,(w.340H.)
  2. 2.             Kitab Al –Fushul Fi-Fushul Fi-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Baker Ar-Razim yang juga terkenal dengan Al-Jasshah (305H.)
3               Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam perkembangan ushul fiqh pada abad 4h yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Kalaupun ada yang membahas hanya kitab-kitab tertentu, hal itu semata-mata untuk menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam masalah itu.
Selain itu Materi berpikir dan penulisan dalam kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menunjukan bentuk yang lebih sempurna, sebagaimana dalam kitab fushul-fi al-ushul karya abu baker ar-razi hal ini merupakan corak tersendiri corak tersendiri dalam perkembangan ilmu ushul fiqh pada awal abad 4h., juga tampak pula pada abad ini pengaruh pemikiranyang bercorak filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam ilmu ushul fiqih.(3)

  1. 3.      Tahap Penyempurnaan ( 5-6 H )
kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban.
Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya, antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani, Abu Humaid Al Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak ada bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman , itulah sebabnya pada zaman itu, generasi Islam pada kemudian hri senantiasa menunjukan minatnya pada produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber pemikiran.
Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih slanjutnya.(4)



(3) Syafi’I,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung
(4) Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka Pelajar Offset, 1996
Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan adanya kitab ushul fiqih bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya alioran ushul fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal dengan alira fuqoha, dan aliran Mutakalimin



PEMBUKUAN USHUL FIQH
Salah satu yang mendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqih adalah perkembangan wilayah Islam yang semakin luas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum.

Dengan disusunnya kaidah-kaidah syar’iyah dan kaidah-kaidah lughawiyah dalam berijtihad pada abad II Hijriyah, maka telah terwujudlah Ilmu Ushul Fiqh.Dikatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ulama yang pertama kali menyusun kitab Ilmu Ushul Fiqh ialah Imam Abu Yusuf -murid Imam Abu Hanifah- akan tetapi kitab tersebut tidak sampai kepada kita.
Diterangkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, bahwa ulama yang pertama kali membukukan kaidah-kaidah Ilmu Ushul Fiqh dengan disertai alasan-alasannya adalah Muhammad bin Idris asy-Syafi’iy (150-204 H) dalam sebuah kitab yang diberi nama Ar-Risalah. Dan kitab tersebut adalah kitab dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh yang pertama sampai kepada kita. Oleh karena itu terkenal di kalangan para ulama, bahwa beliau adalah pencipta Ilmu Ushul Fiqh.
Pada periode ini, metode penggalian hokum juga bertambah banyak, baik corak maupun ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah dalam memutuskan perkara membatasi ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran, Hadis, fatwa-fatwa sahabat yang telah disepakati dan berijtihad dengan menggunakan penalarannya sendiri, seperti istihsan. Abu Hanifah tidak mau menggunakan fatwa ulama pada zamannya. Sebab ia berpandangan bahwa mereka sederajat dengan dirinya. Imam Maliki –setelah al-Quran dan Hadis- lebih banyak menggunakan amal (tradisi) ahli madinah dalam memutuskan hukum, dan maslahah-mursalah.
              Pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan. Ulama pertama yang merintis pembukuan ilmu ini adalah Imam Syafi’i, ilmuan berkebangsaan Quraish. Ia memulai menyusun metode-metode penggalian hukum Islam, sumber-sumbernya serta petunjuk-petunjuk Ushul Fiqih. Dalam penyu-sunannya ini, Imam Syafi’i bermodalkan peninggalan hukum-hukum fiqih yang diwariskan oleh generasi pendahulunya, di samping juga rekaman hasil diskusi antara berbagai aliran fiqih yang bermacam-macam,             
  Berbekal pengalaman beliau yang pernah “nyantri” kepada Imam Malik (ulama Madinah), Imam Muhammad bin Hasan (ulama Irak dan salah seorang murid Abu Hanifah) serta fiqih Makkah yang dipelajarinya ketika berdomisili di Makkah menjadikannya seorang yang berwawasan luas, yang dengan kecerdasannya menyusun kaidah-kaidah yang menjelaskan tentang ijtihad yang benar dan ijtihad yang salah. Kaidah-kaidah inilah yang di kemudian hari dikenal dengan nama Ushul Fiqih. Oleh sebab itu Imam Syafi’i adalah orang pertama yang membukukan ilmu Ushul Fiqih, yang diberi nama “al-Risalah”. Namun demikian terdapat pula pendapat dari kalangan syiah yang mengatakan bahwa Imam Muhammad Baqir adalah orang pertama yang membukukan ilmu Ushul Fiqih.(3)






(3) Syafi’I,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung

Sebenarnya,jauh sebelum dibukukannya ushul fiqih, ulama-ulama terdahulu telah membuat teori-teori ushul yang dipegang oleh para pengikutnya masing-masing. tak heran jika pengikut para ulama tersebut mengklaim bahwa gurunyalah yang pertama menyusun kaidah-kaidah ushul fiqih.
Golongan Hanafiyah misalnya mengklaim bahwa yang pertama menyusun ilmu Ushul Fiqih ialah Abu Hanifah, Abu Yusuf Dan Ibnu Ali-Al Hasan. Alasan mereka bahwa Abu Hanifah merupakan orang yang pertama menjelaskan metode istinbath dalam kitabnyanya Ar-Ra’yu. Dan Abu Yusuf Abu Yusuf adalah orang yang pertama menyusun ushul fiqh dalam madzhab hanafi, demikian pula Muhammad Ibnu Al-Hasan telah menyusun ushul fiqh sebelum As-Syafi’ie, bahkan As-Syafi’i berguru kepadanya.
Golongan As-Syafiiyah juga mengklaim bahwa Imam As-Syafi’i lah orang yang pertama yang menyusun kitab ushul fiqh. Hal ini di ungkapkan oleh Al-Allamah Jamal Ad-Din Abd Ar-Rohman Ibnu Hasan Al-Asnawi. Menurutnya, “tidak diperselisihkan lagi “Imam Syafi’i adalah tokoh besar yang pertama-tama menyusun kitab dalam ilmu ini, yaitu kitab yang tidak asing lagi dan yang sampai kepada kita sekarang, yakni kitab Al-Risalah2
Kalau dikembalikan pada sejarah, yang pertama berbicara tentang ushul fiqih sebelum dibukukannya adalah para sahabat dan tabi’in. Hal ini tidak diperselisihkan lagi. Namun yang diperselisihkan adalah orang yang mula-mula mengarang kitab ushul fiqih sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang bersifat umum dan mencakup segala aspeknya. Untuk itu kita perlu mengetahui terlebih dahulu teori-teori penulisan dalam ilmu ushul fiqih. Secara garis besar ada dua teori penulisan yang dikenal yakni.
Pertama, merumuskan kaidah-kaidah fiqiyah bagi setiap bab dalam bab fiqih dan menganalisisnya serta mengaplikasikan masalah furu’ atas kaidah-kaidah tersebut. Teori inilah yang ditempuh oleh golongan Hanafi dan merekalah yang merintisnya.
Kedua, merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong seorang mujtahit dan meng-istinbat hukum dari sumber hukum syar’i, tanpa terikat oleh pendapat seorang faqih atau suatu pemahaman yang sejalan dengannya maupun yang bertentangan. Cara inilah yang ditempuh Al-Qur’an-syafi’i dalam kitabnya ar-risalah, suatu kitab yang tersusun secara sempurna dalam bidang ilmu ushul dan independen. Kitab seperti ini belum ada sebelumya, menurut ijma’ ulama dan catatan sejarah (sulaiman:64).(3)

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBAGAN FIQH DAN USHUL FIQH DI INDONESIA
Sebagaimana yang telah disebutkan tadi bahwa para ulama telah berusaha untuk membukukan ilmu ushul fiqh, sedangkan pada waktu itu ulama-ulama di Indonesia sibuk untujk mempelajari ilmu fiqh mazhab Imam Syafe’I dan mengajarkan Tafsir Jailanin, juga hal-hal yang berhubungan dengan ilmu Nahu dan Sharaf.                            
Orang  yang bisa mempelajari bermacam-macam ilmu dengan menerjemahkannya dari bahasa Arab ke bahasa Melayu pada masa itu mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dari masyarakat. Sedangkan sebhagioan para Ulama pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan untuk menambah ilmu-ilmu agama, bahkan untuk mencukupkanbermacam-macam Ilmu.sesampai mereka di Mekah mereka berusaha untuk mempelajari bermacam-macam ilmu di masjidil Haram.                                                                 Yang pertama kaliu mempelajari di bidang ilmu pengetahuan adalah Alm. Syekh Ahmad Khatib orang Minangkabau (Sumatera Barat), salah seorang imam yang tekun sebagai imam Syafe’I di Mesjid Haram dalm belajar.       
Alm Ahmad Khatib mendapat penghargaan yang amat tinggi dan keuntungan yang banyak dalam bermacam-macam ilmu Agama, bahkan dalam ilmu pasti. Setelah itu barulah mereka mempelajari Ilmu Ushul Fiqh, Tauhid, Musththalah Hadist, BAyan, Ma’aniy, Badi’Arud, Qawafiy, dan lain-lain.(5)                    



(3) Syafi’I,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung
(5) Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh _ hariswandi_files
Selesainya mereka mempelajari dan menuntut Ilmu Di Mekah barulah mereka pulang ke negerinya masing-masing dan mulailah mereka menebarkan  ilmu-ilmu tersebut, di antar mereka yang terkenal di Sumatera Barat ialah Syekh Muhammad Thaib Umar, Syekh Abdul Karim Amarullah, Syekh Abdullah Ahmad, Syekh Abbas Abdullah, sayekh Ibrahim Musa, Syekh Sulaiman Ar Rusuli, Syekh Jamil JAbo, Syekh Muhammad Jamil Jambek, dan Syekh Abdullah HAlaban, serta beberapa ulam lainnya.Semenjak itu tersiarlah ilmu tersebut di daerah-daerah dan pelosok-pelosok, bahkan diwaktu itu mengajarkan ilmu-ilmu tersebut kepada orang-orang yang mempunyai minat dan keinginan untuk mempelajarinya, ini terjadi pada tahun 1310 H (±1890).                                                                                        
Walaupun ilmu Ushul Fiqh sudah menjadi berita yang termasyhur di Indonesia, bahkan ulama-ulama di waktu itu bertekun mempelajarinya.mengharapkan masalah-masalah fiqh, sehingga mereka tidak langsung menerima apa yang di katakn oleh Fuqaha sebelumnya, tetapi adalah dengan menyelidiki secara mendalam, bahkan mereka memakai dalil yang kuat dalam undang-undang yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh. Kemudian barulah mengatur pelajaran Ushul Fiqh dalam bermacam-macam tingkatan. Seperti:Tingkatan Ibtidaiyah, Tsanawiyah, ‘Aliyah dan lain-lain .
(5) Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh _ hariswandi_files

Tuesday 9 April 2013

Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Tuesday, April 09, 2013

K.H. Ahmad Rifa'i Arief (lahir 30 Desember 1942 – meninggal 16 Juni 1997 pada umur 54 tahun) adalah seorang kiai perintis dan pendiri Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Pondok Pesantren La Tansa, Pondok Pesantren Sakinah La Lahwa, serta Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi/Sekolah Tinggi Agama Islam (STIE/STAI) La Tansa Mashiro. Ia wafat pada usia yang belum terlampau tua akibat serangan jantung.






Masa kecil

Ahmad Rifai Arief adalah putra sulung dari H. Qasad Mansyur bin Markai Mansyur dan Hj. Hindun Masthufah binti Rubama. Ayahnya merupakan seorang guru agama pada "Madrasah Ibtidaiyah Masyariqul Anwar", yang terletak di kampung Pasir Gintung, Balaraja (sekarang Jayanti), Tangerang. Oleh sebab itulah Rifa'i dibesarkan dalam lingkungan yang taat dan sarat dengan nilai-nilai agama.

Sejak kecil, kedua orangtuanya memanggil Rifa'i dengan panggilan kesayangan yaitu "Lilip". Kelak sampai beliau dewasa, orang-orang di kampungnya lebih mengenal dan memanggilnya demikian. Ia memiliki 3 orang adik laki-laki serta 4 orang adik perempuan. Urutan tujuh adik-adiknya adalah Umrah, Dhofiah, Farihah, Huwaenah, Ahmad Syahiduddin, Nahrul Ilmi Arief dan Odhi Rosikhuddin. Di mata adik-adiknya, Rifa'i menjadi teladan, karenanya beliau sangat disayangi dan dihormati oleh mereka.

Perjalanan pendidikan

Perjalanan pendidikan Rifa'i dimulai dengan pendidikan peringkat dasar yang disebut "Sekolah Rakyat (SR)" di kampung Sumur Bandung, Balaraja (sekarang Jayanti), Tangerang. Di sekolah tersebut Rifa'i hanya belajar 3 tahun saja, sebab ayahnya memindahkan pendidikannya ke "Madrasah Masyariqul Anwar" di Caringin, yang juga merupakan tempat ayahnya belajar. Alasan ayahnya agar Rifa'i lebih banyak memperoleh pengetahuan agama, selain itu juga agar anaknya dapat belajar mengaji al-Quran kepada K.H. Syihabudin Makmun yang masih saudara ayahnya.

Setelah tamat pada Madrasah Masyariqul Anwar pada tahun 1958, menurut K.H. Ahmad Syahiduddin, adik kandung Rifa'i, ayahnya menghendaki Rifa'i belajar pada institusi pendidikan Islam yang bercorak modern. Di Banten, sebenarnya banyak berdiri pondok-pondok pesantren, tetapi pondok-pondok tersebut menganut sistem pondok pesantren tradisional. Oleh sebab itu Qasad Mansyur memilih "Pondok Modern Darussalam Gontor", Ponorogo, Jawa Timur, salah satu pondok modern yang terkenal. Pondok ini mempunyai sistem klasikal, disamping mempelajari ilmu-ilmu agama juga mengajarkan pengetahuan umum dan bahasa asing seperti Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Lebih daripada itu Pondok Gontor juga mengajarkan disiplin hidup kepada santri-santrinya. Pengetahuan tentang Gontor diperoleh Qasad Mansyur dari saudaranya, Ja'far Hadi. Awalnya, keinginan Qasad Mansyur untuk membawa Rifa'i ke Gontor tidak disetujui oleh keluarganya yang lain, dengan alasan terlalu jauh (jarak antara kampung Pasir Gintung dan Ponorogo lebih kurang 500 Km.) Namun dengan keinginan yang kuat, beliau tetap konsisten dengan niatnya, maka pada tahun 1958 beliau bersama Rifa'i berangkat menuju Pondok Darussalam Gontor.

Di Gontor, Rifa'i diterima di kelas 1 dari 6 kelas yang wajib dilaluinya. Ia duduk di kelas 1 B. Dalam pandangan guru-guru dan rekan-rekannya, Rifa'i dikenal santri yang rajin dan pandai berpidato. Tulisannya bagus, baik tulisan dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab. Sejak sekolah, sudah terlihat jiwa kepimpinannya meskipun beliau sering mengalami sakit. Gangguan kesehatannya itu yang menyebabkan beliau terpaksa tidak naik ke kelas 5, karena tidak mengikuti ujian akhir.
Di Gontor Rifa'i dipandang sebagai murid yang pandai dan cerdas. Sifat-sifatnya itulah yang mengantarkannya menjadi ketua organisasi pelajar pondok Gontor yang saat itu masih bernama PII (Pelajar Islam Indonesia) cabang Gontor pada tahun 1965-1966. PII adalah salah satu organisasi pelajar Islam yang berpengaruh yang ada diseluruh institusi pendidikan Islam di Indonesia. Setelah tahun 1966, Pondok Gontor tidak bergabung dengan PII karena organisasi itu pada muktamar yang diselenggarakan pada tahun 1966 di Malang terpecah menjadi dua, yakni PII Menteng Raya dan PII Jalan Bunga. Bagi Gontor, sikap PII pusat itu berlawanan dengan prinsip independesi Pondok Gontor yang ditubuhkan untuk semua golongan dan di atas semua golongan. Setelah itu, pertubuhan pelajar Gontor diubah menjadi OPPM (Organisasi Pelajar Pondok Modern). Dengan demikian masa kepengurusan Rifa'i merupakan PII cabang Gontor yang terakhir.

Ketika Rifa'i menjadi ketua PII, Pondok Gontor tengah menyiapkan rancangan pewakafan pondok. Selain itu pula, pada tahun 1963 Gontor sedang membuat piagam berdirinya pendidikan tinggi Islam Darussalam Gontor, sebuah perguruan tinggi pesantren yang pertama di Indonesia. Setelah rancangan itu semua selesai diadakan majlis peresmian yang menjemput para duta besar negara-negara sahabat, beberapa menteri Republik Indonesia, gubernur Jawa Timur dan tokoh-tokoh lainnya. Sebagai ketua pertubuhan pelajar, Rifa'i bertindak sebagai ketua panitia acara tersebut. Dalam pelaksanaanya panitia merancang penandatanganan piagam pengajian tinggi tersebut oleh para perwakilan dari para tamu. Seperti perwakilan kedutaan Arab Saudi, Menteri Agama Republik Indonesia, Gubernur Jawa Timur, tokoh masyarakat serta perwakilan pelajar yang diwakili oleh Rifa'i sebagai ketua PII saat itu.
Selama tujuh tahun menjadi santri Gontor (yakni dari tahun 1958 hingga 1965), Rifa'i dilantik oleh kiainya sebagai seorang guru (atau ustadz). Selain mengajar para santri, Rifa'i juga dilantik menjadi sekretaris kiainya, K.H. Imam Zarkasyi. Tugas yang dipikulnya cukup berat seperti menjadwalkan kegiatan pimpinan, membuat konsep-konsep kebijakan pondok, menyunting bahan-bahan ceramah pimpinan, dan lain sebagainya. Pekerjaan-pekerjaan itulah yang justru menambah wawasan dan pengalaman Rifa'i dan karenanya ia semakin mendapat kepercayaan dari kiainya.

Setelah lebih kurang 2 tahun mengabdi di almamaternya. Rifa’i melanjutkan pengajiannya di pondok-pondok tradisional di Jawa Timur. Namun tidak ada sumber yang pasti tentang di pondok mana dan berapa lama ia tinggal di sana. Keputusannya untuk keluar dari Gontor dan menyambung pengajiannya berteraskan kepada keinginan ayahnya agar kelak ia membina insitusi pendidikan yang lebih tinggi dari yang telah dibangun oleh ayahnya. Selain itu, Gontor memang tidak mengajarkan santri-santrinya kitab-kitab klasik seperti yang diajarkan di pondok-pondok tradisional. Gontor lebih menekankan kepada penguasaan bahasa asing baik Bahasa Arab ataupun Bahasa Inggris. Selain itu, dalam tradisi masyarakat Banten, sudah merupakan perkara biasa jika seorang santri yang telah menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren mampu menguasai kitab-kitab klasik baik dalam bidang fiqih, aqidah ataupun tata bahasa Arab. Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab mengapa Rifa'i mendalami kitab-kitab klasik itu.

Setelah kembali dari pondok tempat ia belajar kitab klasik/salafi, Rifa'i tidak langsung mendirikian pondok pesantren seperti yang diinginkan ayahnya. Menurut penuturan keluarganya baik istri ataupun adik-adiknya, Rifa'i menyambung pelajaran pada "Akademi Bahasa Asing" (ABA) di Bandung. Namun, tidak jelas berapa lama beliau di Bandung juga bahasa asing apa yang ia pelajari.

Perihal pendirian Pesantren

Perjalanan pendidikan Rifa'i Arief seperti yang telah diuraikan di atas, seakan-akan menunjukkan persiapan beliau sebelum mendirikan sebuah pondok pesantren sebagaimana yang dinginkan ayahnya. Sepertinya, wujud ketidakpuasan dan ia masih berasa kurang ke atas ilmu yang telah ia dapatkan. Namun ia segera kembali ke kampungnya, mengingat keinginan ayahnya untuk segera mendirikan pondok pesantren. Menurut Ahmad Syahiduddin, maksud ayahnya agar para alumni "Madrasah Ibtidaiyah Masyariqul Anwar" dapat segera melanjutkan pendidikannya pada peringkat yang lebih tinggi yaitu di pondok pesantren yang akan didirikan anaknya itu.

Pada hari Jumat 19 Desember 1967, Qasad Mansyur bersama beberapa tokoh masyarakat kampung Gintung yang juga merupakan guru pada madrasah "Masyariqul Anwar" seperti Ahmad Syanwani, Sukarta, Johar, dan juga Rifa'i sendiri membincangkan rencana pendirian pondok pesantren. Mereka membahas sistem dan metode pembelajaran dan pengajarannya kelak setelah didirikan. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Pondok Gontor sebagai contoh dan model lembaga pendidikan yang akan didirikan.

Dalam prakteknya, institusi pendidikan tersebut menggunakan sistem madrasi dengan nama "Madrasah al-Mua`llimîn al-Islamiyah (MMI)" (مدرسة المعلّمين الإﺳلامية), yang digabungkan dengan sistem pondok pesantren yang diberi nama Dâr al-Qalam (دار القلم). Namun dengan transliterasi kata yang mereka buat sendiri, nama pondok tersebut pun menjadi tertulis Daar el-Qolam.

Sebulan kemudian, atau tepatnya pada hari Sabtu 20 Januari 1968, bertepatan dengan tanggal 9 Syawwal 1338, dimulailah proses belajar mengajar. Pada peringkat awal murid-murid di MMI Daar el-Qolam berjumlah 22 orang. Mereka adalah adik-adik Rifa'i dan beberapa masyarakat sekitar kampung Gintung yang telah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Madrasah Masyariqul Anwar (MMA). Adapun tempat belajar mereka ialah bekas dapur neneknya, Hj. Pengki, yang telah direnovasi.

Tantangan yang dihadapi

Sistem yang diterapkan di pondok pesantren Daar el-Qolam yang baru saja didirikan oleh beliau mengundang reaksi negatif dari masyarakat di kampungnya. Mereka menentang sistem yang dibuat Rifa'i bahkan menganggapnya sebagai mimpi belaka. Mewajibkan santri-santrinya berbahasa Indonesia dan meninggalkan bahasa Sunda, dipandang sebagai mimpi memindahkan Jakarta ke kampung Gintung. Adapun bahasa Arab menurut mereka mimpi yang tidak akan terwujud karena hendak memindahkan Makkah. Saat pengajaran bahasa Inggris dilakukan di pesantren, maka cercaan yang datang lebih keras lagi yaitu mengikuti bahasa orang kafir dan dengan sendirinya Rifa'i juga termasuk kafir. Mereka yang menuduh, memahami hadits Nabi Muhammad SAW secara keliru yaitu : "Barang siapa yang mengikuti sesuatu kaum maka ia termasuk ke dalamnya"

Dengan kesungguhan dan kesabaran beliau, tantangan yang datang bertubi-tubi itu berlalu begitu saja. Kesungguhan dan kesabaran Rifa'i dalam mendidik mulai menampakkan hasilnya. Pada akhir tahun 1970-an Masehi semakin ramai santri yang datang dari berbagai tempat, tidak hanya masyarakat Gintung dan sekitarnya tetapi juga dari Jakarta, Bandung, Karawang, dan Bekasi meski memang kebanyakan berasal dari daerah Banten seperti Pandeglang, Serang, Rangkasbitung dan Cilegon. Rifa'i juga rajin menjalin komunikasi dan membuka jaringan kepada tokoh-tokoh masyarakat serta meminta nasihat dari guru-gurunya. Terutama berkunjung ke Gontor menemui gurunya, Kiyai Imam Zarkasyi atau pergi ke Serang untuk sekedar bertemu dan meminta pandangan kepada ulama di sana seperti Kiyai Haji Abdul Wahab Afif.

Ketokohannya sebagai pemimpin pondok pesantren mulai tampak ketika itu, ditambah kemampuannya dalam bahasa Arab yang fasih baik lisan ataupun tulisan. Hal inilah yang memudahkan beliau diterima di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Serang, Banten padahal secara formal Gontor tidak mengeluarkan ijazah yang dapat memungkinkan santri-santrinya melanjutkan pelajaran pada peringkat yang lebih tinggi seperti di IAIN. Masalah ini juga dialami oleh adik-adiknya yaitu Huwaenah dan Syahiduddin, yang merupakan adalah alumni pertama pondok pesantren Daar el-Qolam pada tahun 1975. Setelah itu, mereka melanjutkan pengajiannya di IAIN Jakarta hanya dengan ijazah yang ditulis oleh Rifa'i sendiri. Kedua adiknya itu diterima karena mereka mempunyai kemampuan berbahasa Arab dan sudah mempelajari berbagai ilmu dasar keislaman seperti yang tertulis di balik ijazah mereka.

Bagi lulusan pondok pesantren yang beraliran modern seperti Rifa'i, materi kursus pada IAIN bukanlah hal yang sukar. Bahkan pelajaran di pondok pesantren lebih sukar daripada pelajaran di IAIN. Sebagi contoh pelajaran Ushul al-Fiqh (أصول الفقه) di IAIN pada peringkat sarjana muda, menggunakan buku terjemahan bahasa Indonesia. Sedangkan di pondok pesantren baik pondok Gontor ataupun pondok Rifa'i, menggunakan kitab aslinya. Di samping itu, kemampuan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris serta pengetahuan agama Islam yang diperoleh di pondok pesantren sangat membantu pendidikannya.

Mendapat bantuan

Selain Kiyai Imam Zarkasyi, Ahmad Rifa'i sangat menganggumi ketokohan Kiyai Mohammad Natsir, seorang yang tidak asing lagi terutama dalam dunia politik, bahkan beliau pernah menjadi Perdana Menteri Indonesia setelah partai yang dipimpinnya (Masyumi) memenangkan pemilihan umum pada tahun 1955 M. Pada akhir hayatnya beliau meninggalkan dunia politik dan memfokuskan dirinya kepada dunia dakwah dan pendidikan Islam. Pak Natsir juga mengasuh pondok pesantren, di samping itu beliau juga mengetuai organisasi pondok pesantren yang bernama "Rabîthah Maretâhid al-Islâmiyah (RMI)". Melalui organisasi inilah para kiyai dari pondok-pondok pesantren saling berbagi pengalaman dan bertukar wawasan. Rifa'i sendiri sering datang dan meminta nasihat untuk perjuangannya kepada Pak Natsir.

Melihat kesungguhan Rifa'i dalam mengelola pondok pesantren, Pak Natsir melalui ‘RMI’ membantu Rifa’i untuk mendapatkan bantuan dari Kerajaan Arab Saudi. Melalui tangan Pak Natsir itulah pada tahun 1983 M., pondok Daar el-Qolam yang diasuh Rifa’i mendapat bantuan dana sebesar Rp. 64.000.000. Pada masa itu uang sebear itu sangat besar nilainya dan sangat cukup untuk menambah fasilitas pondok dan sarana lainnya. Bantuan dana tersebut digunakan untuk membangun asrama santri yang setelah selesai pembinaanya dinamakan dengan "Gedung Saudi". Setelah itu semakin tampak jelas perkembangan pondoknya. Santri-santri berdatangan dari pelbagai wilayah di Indonesia tidak hanya sebatas pulau Jawa saja, tetapi juga dari Sumatera seperti Lampung, Palembang, Jambi, Bengkulu, Medan dan bahkan dari Nanggro Aceh Darussalam (NAD). Selain mereka ada juga santrinya yang berasal dari Malaysia dan Thailand.

Ekspansi

Pada tahun 1989 M. beliau mulai melakukan ekspansi pondoknya. Ia membuka sebuah tempat di pedalaman Banten sebelah selatan. Dipilihnya lokasi yang sangat indah, di antara pegunungan dan air yang mengalir deras nan jernih. Ia membuka lahan itu dan memberinya nama Parakansantri yang artinya perkampungan santri. Di sinilah ia mendirikan pondoknya yang kedua yang diberi nama "La Tansa" yang maksudnya "fokuskan akhirat tetapi jangan melupakan dunia".

Kepeduliannya terhadap dunia pendidikan tidak berhenti sampai di situ. Pada akhir tahun 1993 M ia mulai mengagas berdirinya pendidikan tinggi sebagai pusat ilmu dan pengabdian kepada masyarakat. Maka ia mendirikan "Sekolah Tinggi La Tansa Mashira". Adapun fakultas yang dirancang ialah fakultas dakwah, fakultas pendidikan dan fakulas pertanian.

Pada tahun 1995 Masehi, Rifa'i kembali mengagas berdirinya sebuah pondok pesantren dengan nuansa wisata. Dipilihnya tempat yang indah di tepi pantai. Di tempat itu ia mendirikan villa dan resort yang cukup mewah. Tujuannya adalah pondok itu tidak hanya sebagai tempat untuk menikmati keindahan alam, tetapi juga untuk tafakkur serta tadabbur terhadap keagungan ciptaan Allah SWT. Oleh sebab itu di samping menikmati keindahan alam, pondok itu juga mengajarkan pengetahuan keislaman, memantapkan akidah dan mengisi emosional dan spiritual. Maka itu pondok itu diberinya nama "Pondok Pesantren La Lahwa", yang maksudnya "jangan lalai dengan dunia."

Kunjungan dari beberapa orang terkenal

Pondok-pondok Rifa’i sering dikunjungi oleh para tamu baik dari dalam negara ataupun luar negari. Seperti utusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, serta Menteri Agama Islam Malaysia pada tahun 1995. Selain mereka, juga beberapa menteri pada era presiden Suharto juga pernah berkunjung ke pondoknya dalam rangka acara hari jadi (milad) Daar el-Qolam yang ke-25 pada tahun 1994 M. Seperti Menteri Agama Dr. Tarmizi Taher, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Dr. Hayono Isman, Menteri Penerangan Harmoko dan lain sebagainya.

Lebih kurang 30 tahun beliau membangun dan mengelola institusi pendidikannya yang semakin mendapat kepercayaan dari masyarkat. Akibat dari itu masa yang dimilikinya semakin terbatas. Sebagai sebuah usaha regenerasi dan kaderisasi, ia menempatkan adik-adiknya pada pondok-pondok yang telah ia dirikan untuk membantu tugas-tugasnya.

Akhir hayat dan proses peralihan kepemimpinan

Pada tahun 1997 semua karya-karya itu sudah berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Namun, beliau sadar bahwa karya-karya itu akan semakin menambah beban dan fikirannya. Meskipun ia menyerahkan kepada kader-kadernya, bukan berarti ia meninggalkannya sama sekali. Ia mesti mengunjungi 3 institusi pendidikan yang dibangunnya kecuali Daar el-Qolam yang memang dekat dengan rumahnya. Pada masa itulah ia selalu pergi balik ke Gintung – Rangkasbitung atau Gintung – Labuan yang berjarak lebih kurang 35 KM. Setiap kali pergi untuk mengawasi pondok-pondoknya, Rifa'i selalu diantar oleh sopir pribadinya, Wawan Ridwan.

Selain berkunjung ke pondok-pondoknya, Rifa’i juga disibukkan dengan undangan acara atau pertemuan tertentu. Namun, ia tidak berkenan memenuhi undangan ceramah di luar pondoknya sendiri, kecuali yang menjemputnya adalah santri-santrinya. Pernah seorang wartawan televisi swasta memintanya untuk berceramah di layar Televisi, tetapi ia menolak. Alasannya ia tidak mau terkenal dan pondoknya tidak boleh terkenal karena dirinya. Dalam sebuah acara kunjungan Ra’is bi’thah al-Azhar al-Syarîf (ketua utusan Universitas al-Azhar Cairo Mesir) ke pondoknya pada tahun 1996, beliau menegaskan dalam ucapan sambutannya yang disampaikan dalam bahasa Arab yang maksudnya sebagai berikut "Walaupun Rifa'i mati pondok ini tidak boleh mati, ia mesti tetap hidup dengan sistemnya bukan dengan kiyainya".

Kesibukan Kiyai Rifa’i semakin banyak khususnya pada setiap bulan Juni. Sebab pada bulan itu banyak kegiatan di pondok-pondoknya seperti amaliah al-tadrîs (praktik mengajar) khusus untuk santri kelas akhir di mana ia bertindak sebagai musyrîf `amm (pembimbing umum) yang mesti mengoreksi rancangan mengajar santri-santrinya yang telah ditulis dalam bahasa Arab dan Inggris. Pada tahun 1997 M. lebih kurang 200 rancangan mengajar (i`dad) santri kelas terakhir mesti ia koreksi. Setelah I`dad itu mendapat kelulusan dari musyrif pertama pertama dan keduanya. Jika telah mendapatkan kelulusan dari kiyainya, mereka baru boleh mengajar itupun masih diawasi oleh musyrif pertama dan keduanya.

Selain itu acara yang cukup menyibukkan setiap tahun ialah Khutbah al- Wada` dan Tafwîdl al-Syahâdah. Pada acara tersebut, ia mesti menyampaikan khutbah terakhirnya di hadapan para santri dan orang tua mereka, sekaligus menyerahkan ijazah sebagai tanda berakhirnya pelajaran para santri kelas akhir di pondok pesantren.

Pada hari Sabtu 14 Juni 1997 M, di Pondok Pesantren La Tansa ia menyampaikan khutbah atau nasihat terakhirnya di hadapan santri dan orang tua mereka. Setelah itu ia kembali ke rumahnya di Gintung, karena esoknya ia mesti menyampaikan "kuliah etiket" kepada santri-santrinya yang akan pulang ke rumah mereka dalam rangka libur akhir tahun ajaran 1996/1997.

Pada Ahad 15 Juni 1997 pukul 07.00 pagi, Rifa’i menuju aula pondok. Wajah kira-kira 2000 santri kelihatan ceria menunggu kedatangan beliau apalagi hari tersebut adalah dimulainya liburan akhir tahun pelajaran. Mereka tidak sabar mendengar pesan dan nasihat kiyainya sebagai bekal mengisi masa liburan di rumah. Para guru juga sudah menunggu beliau di depan pintu sekretariat pondok. Sekitar pukul 07.15 pagi, beliau datang memakai jas biru tua dengan baju putih dan celana panjang dengan warna yang sama dengan jasnya. Dasi dan peci menambah keserasian busananya pagi itu. Seperti biasa ia memberikan nasihat kepada santri-santrinya tentang bagaimana mengisi masa libur dengan baik. Nunik Nurjannah, salah seorang santrinya, yang juga ketika itu sebagai ketua organisasi pelajar putri pondok pesantren Daar el-Qolam masa bakti 1997-1998 M., mencatat nasihat-nasihat kiyainya dalam buku hariannya. Salah satu pesan kiyainya yang ia tulis adalah "anak-anakku yang perempuan, janganlah sekali-kali kalian melepaskan jilbab di hadapan khalayak umum".

Pukul 09.00 pagi beliau telah selesai memberikan ceramah, kemudian meninggalkan aula dan kembali ke rumahnya. Di rumahnya sudah menunggu beberapa orang tua murid yang juga hendak berpamitan pulang membawa anaknya. Setelah itu beliau istirahat di kamarnya, sebelum itu ia minta dipijat oleh anaknya, Ahmad Faisal Hadziq.

Pada pukul 1.30 siang, Faisal mengetuk pintu kamar ayahnya. Ia hendak memberitahu bahwa ada tamu yang telah menunggunya. Tamu tersebut adalah Ibu Farida Hanum yang selama itu bekerjasama dengan beliau dalam program pembelajaran komputer untuk para santrinya. Ibu Farida datang dihantar adik iparnya, Ade Zamzami. Ketika anaknya (Faisal) membuka pintu kamarnya, ia terperanjat, sebab melihat ayahnya terbaring di atas sajadah dengan pakaian salat (berkain dan berpeci). Kemudian ia memanggil ibu dan saudara-saudaranya yang ada di sekitar rumah. Rifa'i langsung dilarikan ke rumah sakit ‘al-Qadr’, Karawaci, Tangerang yang berjarak sekitar 20 km dari rumahnya. Setibanya di rumah sakit tersebut, dokter menyatakan bahwa ia telah meninggal dunia akibat serangan jantung.

Hari itu, Ahad 15 Juni 1997 M, pukul 12.30 tengah hari ribuan orang berbondong-bondong mendatangi rumah beliau. Berita kematiannya muncul pada siaran berita terakhir Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI). Jenazah almarhum disemayamkan di rumahnya. Keesokan harinya, Senin 16 Juni 1997 M, pukul 10.00 pagi beliau dimakamkan. Surat kabar nasional Republika, juga memberitakan kematiannya pada 17 Juni 1997 M.

Selanjutnya, pada hari Selasa 17 Juni 1997 M, diadakan musyawarah keluarga yang membahas penerus beliau sebagai pimpinan pesantren. Musyawarah itu dihadiri juga Kiyai Abdullah Syukri Zarkasyi, anak dari guru Rifai, Kiyai Imam Zarkasyi. Abdullah Syukri adalah sahabat kiyai Rifai ketika belajar di pondok Gontor, yang juga salah seorang dari 3 pimpinan pondok Gontor. Ia diangkat oleh badan wakaf Gontor untuk menggantikan ayahnya yang meninggal dunia pada tahun 1985 M. Semasa hidupnya, Rifa'i sering berjumpa dengan Pak Syukri baik di Gontor ataupun di tempat-tempat lain. Begitu pula Pak Syukri beberapa kali mengunjungi pondok Rifa'i.

Rifa'i memang tidak menyampaikan wasiat kepada keluarganya, tetapi ia pernah menyampaikannya kepada Pak Syukri, bahwa yang kelak akan menggantikannya ialah adik lelaki beliau yaitu Ahmad Syahiduddin dan anak lelakinya Adrian Mafatihullah Karim. Musyawah tersebut memutuskan pengganti beliau seperti yang diwasiatkan kepada Kiyai Syukri. Syahiduddin kemudian meminta kepada kakaknya, Huwaenah untuk membantunya mengurus santri-santri putri. Setelah salat dzuhur langsung diadakan pelantikan di masjid pondok. Ahmad Syahiduddin dan Enah Huwaenah adalah lulusan angkatan pertama pondok pesantren Daar el-Qolam. Sementara itu, Adrian, putra Rifa'i, juga lulusan pondok yang sama pada angkatan ke-17. Akhirnya mereka bertiga yang melanjutkan kepemimpinan Ahmad Rifa'i Arief.

Sumbangsih

Selama hayatnya, K.H. Ahmad Rifa'i Arief meninggalkan karya dalam wujud berikut ini:

  • Tulisan:
    • Perang Pemikiran.
      Dalam tulisannya itu beliau menyatakan bahwa kemunculan arus modernisasi dan globalisasi juga sistem informasi telah berdampak buruk bagi umat Islam. Secara tidak langsung perkara-perkara itu datang untuk menghancurkan ideologi umat secara perlahan tapi pasti. Selain itu perubahan yang datang dari Barat itu merupakan senjata dan strategi baru dunia Barat untuk menghancurkan ideologi Islam. Menurut Rifa'i, perang pemikiran (ghazwu al-fikr) cenderung merusak nilai-nilai dari ajaran agamanya. Ia menegaskan hanya keimanan dan ketaqwaan yang boleh menghadapinya.

    • Lingkaran Krisis.
      Inti dari tulisan ini adalah pandangan beliau yang melihat keadaan umat Islam pada abad ke-20 tengah berada pada lingkaran krisis yaitu : krisis identitas, krisis orientasi sosial dan krisis keberanian. Rifa'i menegaskan ketika orang berbicara agama dalam pandangan mereka agama hanyalah salat, haji dan puasa. Tetapi jarang sekali yang menghubungkan agama dengan sistem kehidupan masyarakat bahkan kehidupan bernegara; agama ditafsirkan secara sempit sampai tidak mempunyai peranan. Padahal, tambahnya, Islam adalah tuntunan yang utuh untuk segala aspek kehidupan.

    • Mawas Diri.
      Tulisan ini membicarakan tentang perlunya umat Islam untuk mengubah dirinya sendiri sebelum mengubah orang lain. Menurut Rifa'i, ajaran Islam memandang perubahan sosial mesti dimulai dari perubahan individu. Perubahan individu mesti dimulai dengan perubahan intelektual dan pengenalan syariat Islam bagi setiap individu.

    • The Way of Life.
      Meskipun judulnya ditulis berbahasa Inggris, tetapi ia menulisnya kandungannya berbahasa Indonesia. Dalam tulisannya itu ia menegaskan bahwa al-Qur’an adalah pegangan hidup yang tidak terbantahkan lagi bagi umat Islam. Ia juga mengkritik sebagian umat Islam yang memandang bahwa Islam hanyalah urusan peribadi antara manusia dengan Tuhannya. Sampai umat Islam kehilangan pedoman dalam menjalankan kehidupannya.

    • Sebaik-baik Busana itu Pakaian Taqwa.
      Orang yang besar adalah orang yang mampu menaklukan hawa nafsunya dan mampu menggagalkan tipu daya dirinya. Menurut Rifa'i orang itu adalah orang yang berbusana taqwa. Ia menegaskan bahwa ketaqwaaan yang membalut tubuh seseorang membuatnya menjadi istimewa. Tanpa ketaqwaaan manusia laksana telanjang walaupun berbusana istimewa.

    • Jual Beli dengan Allah.
      Dalam tulisannya ini, beliau mengilustrasikan bahwa manusia pada hakekatnya tengah melakukan kontrak jual beli dengan Allah. Ada empat hal yang maksudkan dengan kontrak dengan Allah yakni (1) Kenikmatan adalah ujian Allah bagi manusia (2) Iman adalah penyerahan mutlak atas kehendak dan pilihan seseorang kepada kehendak Allah (3) Watak iman menjadikan pandangan hidup hamba Allah berbeda dengan pandangan hidup orang-orang kafir, dan (4) Kehendak Allah bersifat mutlak.

    • Kunci Ketentraman.
      Menurut beliau kunci ketentraman adalah dzikir dan tafakur. Dengan keduanya manusia akan terjaga dari setiap rasa gelisah dan bimbang yang senantiasa hadir dalam kehidupannya. Tanpanya manusia akan selalu berada dalam kecemasan dan ketakutan dalam menjalani kehidupan ini.

    • Syukur Nikmat.
      Tulisan ini menjelaskan tentang sifat manusia yang kufur terhadap nikmat Allah. Menurut beliau, faktor utama penyebab kufur nikmat adalah ketidaktahuan manusia dari mana kenikmatan hidup itu berasal. Menurutnya lagi bahwa faktor yang kedua dari kufur nikmah adalah jiwa manusia yang telah dirusak oleh hawa nafsunya sendiri.

    • Apa Sumbangsihmu?
      Rifa'i mengingatkan masyarakatnya untuk bertanya kepada dirinya sendiri apa yang telah ia sumbangkan dalam hidup ini untuk kepentingan umum. Dalam pandangannya, manusia modern telah kehilangan solidaritas terhadap sesama, akibatnya yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya, hal itu disebabkan hilanganya rasa kesetiakawanan dan persaudaraan sesama manusia.

Saturday 6 April 2013

Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Saturday, April 06, 2013

D'BOSCA 115 08 - 09 [Dexterity Bocah Social A]


Brawal dri kls yg ckup luas, pnya 2 pntu dan ddlmnya da 2 tiang pondasi. Ruangan ntu adlh prpustakaan lama yg ada di ruangan 213-214. Awal msuk kls, hri kamis 12 Juli 2007 dkls yg kotor, pnuh sm debu diatas kursi, lantai dan jg meja. prasaan bingung sm pnasaran nyampur aduk pd 36 sntri ntu nimbulin rasa ingn sling knal satu sama lain. Dtglh spasang mkhluk yg ckup asing, bliau adlh wali kls 5 IPS A. USt.Abd.Rozak dan Ustz.Mimi yg bkalan ngbimbing kita. Brjln bbrp hri, diawal pljrn Fiqh yg ngajarnya lgsung Pmimpin Pondok, Ust.Odhy. Suasana tegang klo diabsen, krna hrus ngjwb hdir dgn bner, klo ga kata beliau.."atajawar"..yg artinya dijewer. Korban prtama Mitek dan kwan2 yg digetok tngannya pke pnghapusn ppan tulis. Gak klah ngeri Tarbiyah sma Ustz. Enah.H pngasuh pndok yg klo ngajar kita hrus duduk ssuai nmer absen. Oia bru2 msuk, ust.Dedi pngajar Nahwu yg brhasil ngjodohin Zulfikar sm Humairoh.

 Eh, ga disangka2 anggota IPS A nmbah jdi 37 gra2 kdatangnn anak hilang, Imam Faizal dri Riau. Trus ada pmilihan umum ktua kls IPS A, Innaka Kamal Ali yg lolos jdi ktua ddampingi oleh Atik Andika sbg wakil yg setia smpe skrg. prtama kli Innaka nyampein smbutnnya di pljaran Ust.Edi Koben yg klo ngjar pntu hrus ktutup rapet dan bliau pnh smpet marah gara2 ga da yg merhatiin. tpi itu brlangsung ktika dh pindah kls ke An-Najah. Sblumnya, pgi2 anak2 cwo dkumpulin sm Bapeng buat ngberesin bngku di An-Najah bwah, tpi bsoknya kls kita dipindahin ke An-Najah atas. Bribu pnderitaan dialami IPS A, smpah dmana2, ubin yg retak dh ky puzzle, kacanya yg bnyk bgt smpe kls tuh terang bgt tnpa lampu. Tpi untungnya nasib kita ga ky tetangga yg klo msuk psti da pisang goreng anget alias tokai. Akhir Juli di An-Najah, Ust.Jaelani yg ngajarnya teriak2kn ngbuat Aswad latah ga karuan.Pmbagian raport kls 4 smt 2, smpe ngundang tamu kga jlas yg tadinya nyasar dri kls ttangga, Fitri Maini alias Pitmey yg akhirnya jdi anggota IPS A. Dan gra2 kdatengnnya ngbuat jml jdi 38 org dan yg plg seru, anak lama triak histeris ktakutan nyampur sm rsa malu. Lengkap sdh IPS A jdi kmpulan anak yg bragam jenisnya. Tpi, pnderitaan di An-Najah msh brlnjut, piket hri slasa dpt tugas dri Ustz.Huwaenah buat ngberesin smpah ddpn klas dan akhirnya ktua kls jg ikut dpanggil. Ga ktinggalan, gemboksmpe 3 kli gnti gr2 ddobrak sm anak Reguler. Trus Ust.Rozak klo ngajar psti pintunya dganjel pke batu gede, akhirnya Innaka ngasih paku dipintu, ktnya biar kga ribet.Nah siang bolong jam ke 7, Ulangn matematika sm Ust.Budi,,eh..faishol ktauan nyontek sm Aswad. trus da jg tugas Ekonomi dri Ust.Ade irawan buat ngjelasin ke dpn, Laila Munawaroh yg ngjlasin dh ky ibu2 PKK dan  jg Suci yg ga kalah cute aw'..!!

Di awal Agustus, Innaka, Vico, Dayat, dan Faishol kpilih jdi ktua konsulatnya msing2. Emang IPS A bner2 kmpulan org yg bragam abis. Imam Faizal yg klo mau ngomong bibirnya gmeter duluan, Sophan Nurhadi yg suaranya ky toa msjid, Pini sm Ati yg diem2 mnghanyutkn, Tami yg klo bersin ky curut kjepit, dan ga klah Nunung "si lebay" klo ngomong dh ky presenter. Tpi pas tgl 8 Agustus, Nunung ngsih kita beng-beng di ultahnya ke 17. Akhir Agustus, anak cwo dkumpulin lgi sm bapeng buat mindahin bangku ke kls baru. Awalnya seneng, tpi pnderitaan blm slesai, klsnya bocor mulu klo lgi ujan,,bunyi bletak-bletok Mamang2 lg kerja bkin Ust.Rozak yg brwajah imut jdi masang muka ngeri. Trus klo hri Rabu jam prtama psti pndah ke kls 3 A (106) bljar Grammar sm Ust.Indrajaya, krna kls kita blm da LCD dan jg pljaran Ustz.Iis yg slalu exercises bsa jg dibilang pnderitaan smpe Faishol bkin lagu.Oia, IPS prnah pindah ke Lab.Fisika (skrg ppustakaan) tpi cm bbrp hari, krna klsnya mau dpake. disana kita asik maenin bngku yg bs ddorong ksono - ksini. kita jg prnah perang sm anak IPA A yg lg blajar Fisika dan kita lgi blajar Akuntansi sm Ustz.Herlina smpe Ust.Hatim dteng ngliatin kita. Resting sm Ust.Baidhowi, Sopan Sopian dgn gayanya yg kocak, Imam sm Tsueb drama Malin Kundang, trus Hamidah nyanyi duet sama Miftah Fahmi.

Ada Faishol yg khilangn barangnya diultahnya tgl 17 September.Pas bulan puasa, Imam Faizal dicramahin sm Ustz.Mimi, krna Imam hapalannya blm slesai. Trus kita jg buka puasa breng di ruangan 209 - 210 pke ayam bkar sm es campur. Tpi kita ditongkrongn sm Ka Tameng dan Ka Ofilla, krna Ust.Rozak blm dtg., jdi makannya abis sholat teraweh.Liburan puasa dtg, sblmnya Innaka, Sopan Nurhadi dan Humairoh numpang di masroh reguler sebagai hafidz dan hafidzah Qur’an, dan pulang bawa bingkisan,  trus kita jg dpt tugas dari ustz Mimi untk ngelakun kegiatan social dan minta cap atau tnda tangan, tapi gak da  yg ngerjain. Trus kta dateng lg bulan Oktober ’09, kta langsung nonton bareng  “ Mengaku Rosul ” sama Ustz Mimi yg kl ngajar teriak2an, sampe kita sediain air minum, tapi ttp aja masih ada yg tidur, terutama orang yg bias dibilang paling deket sama bliau. Dia adalah Vico, dan jg kita pernah muwajahah sama Ust. Rozak pljrn Fiqih ‘n Hadits. Tapi yg namanya  Muajahah kita jarang banget, smpe bliau bilang kta smua orang2 sibuk. Di bulan Novmber, ada kejadian rusuh, Rico ngatain cinta ke Novita di hari ultahnya Novita (25 Nov), sampe mamang2 jg ikutan rusuh. Trus IPS A ngikut lmba madding B. Indonesia dan berhasil jd juara 2.

Disinilah muncul nama D’BOSCA (Dexterity Bocah Sosial A) cetusan dari F4  (Faruq, Firman,Faizal,Fahmi)yg artinya ktangkasan anak2 IPS A. Trus ada gossip Ali suka Pea, Laila ktauan ngupil sma Aswad, tpi ada Tsu’eb sakit Asma lama banget, pdhal bentar lagi ujian, Eh,,,perpisahan sma ustdz Tri yg nangis waktu kita nyanyi dan baca puisi. Akhirnya ujian tiba, abis ujian pasti libur, abis libur 10 hari, Mitek bawa kbar tentang Monas sama anak IPA A, dan Maman yg ikut GPMB Senayan. Awal semester 2, pembagian raport dengan Uyun diperingkat pertama diikuti oleh Aswad dan Kiki, abis itu kita poto2 dikelas, tggl 11 Januari.

Kita berhasil ngerjain ustadz Rozak di hari ultahnya dgn Aipa yg ngambek dan Faishol yg mau keluar, kita ngasih beliau kemeja Alisan warna hijau, Oia …pas itu Vico sama Innaka diseleksi buat jadi Formatur Ismi. Ustz Mimi ngomel nulu gara2 kelas kotor dan berisik tapi beliau setia sampei nemenin kita bikin mading sampe malem, Ustz Rojak ngasih beng-beng sekelas, ust Fany yg subuh2 marahin kita gara2 terlmbat computer. Ustz Umayah pernah nyuruh Faishol maju yg ujungnya kita pada sedih, dan Mitek yg disebut2 sebagai anak buah beliau. Ustz Enah nyuruh nulis ulang Tarbiah yg nilai ujiannya kurang bagus. Ustz Iis yg pernah ngasih 2 fitri (Pitmey dan Pea) hadiah gara2 gaya Conversationnya yg konyol kaya boneka santet.

Trus Nandang dan Dayat yg ktauan nglakuin gak  lazim., colek2an sama pegang2an klo lg belajar. Ali yg cemberut gara2 masalah sama Aswad, Faishol dipanggil Ust Rozak gara2  masalah sama Tsueb. Beliau juga pernah marah, gara2 kita gak mau ngerjain tugas, Trus beliau kluar belom waktunya, Innaka ngejar, tapi jam ke 7, beliau masuk dan bawa duit 10.000 buat kas.Lbih banyak lg kejadian di semester 2.  Suci, Atik dan Novita yg menang Socius trus bagiin makanan. 16 maret Maman ultah yg ke 17 trus dia ngeluarin tarian sexinya aas permntaan Aipa. Oia… Ali suka sama Pea, gossip Pea suka Faishol, Heni yg dikatain Dufan sama Innaka, Aswad suka sama Laila, tapi itu Cuma gossip, tau2nya Laila ngefans sama Innaka. Ada Hamidah yg ngejlanin hubungan sama anak IPA B, Vico yg selalu digosipin sama anaknya Ustz Mimi. Kemudian muncul mainan “  Secret Angel “ yg dipelopori Uyun dkk. Yg bikin Sopan Sopian deket sama Yuni, Fahmi sama Atik,  Imam sama Tami, uyun sama Zulfikar, Basyir ditembak Pitmey.

Oia… Suci dikatain abis2an di hari ultahnya (21 Maret) eh…jam ke -7  Suci sakit.  Trus kejadian menegangkan, gara2 Aswad batuk, Ust Masnun marah gak jelas, ada yg didiriin sama Ustz Iis gara2 gak bawa kamus. Eh,,, ada kabar Rihlah ke Gontor. Ust Nurkholis sibuk nagihin sampe Imam jadi patokan. Tapi ada kabar Fahmi dan  Izhar sakit sama Tsueb yg sakit asma lagi, berangkat ke Gontor (25-29 Maret) tapi Wali kelas kita gak ngikut, kita beli oleh2  buat mereka dan kado buat Ustz Mimi yg ultah (29 Maret) tapi kita ngasihnya dua hari setelahnya, tanggal 30 maret, tansib Vico jadi Sekjen Ismi.

Rahasia D’BOSCA di April dan Mei, Ultah pitmey (15 April ) nangis abiz dikerjain, Innaka dan Pea yg ultahnya barengan (18 April) , Saidah diwawancara sama Ustz Enah dan dayat yg kamusnya disita beliau, Asep abis dari Garut trus pulangnya bawa Dodol. Ali dikerjain di ultahnya (19 Mei) tapi ada kabar buruk, ayahanda dari Ust Rozak meninggal dunia, smpe beliau gak ngajar kita beberapa hari, Ust Riyadi nulis catatan di absen klo kita gak ngerjain tugas, Basyir cowo  paling mulus tpi kta Ust  Nurcholis jalannya klemar-klemer, Saidah yg ngomong kaya Cinta Laura. Pea yg sewot abis presentasi KTInya. Fahmi  “Si Culun” didiriin Ust Ade gara2 telat dan disuruh bolak-balik gara2 ketaun gak make kaos kaki,sma Ust Cipung. Ada Watching, ada asep, Innaka dan Tami si beler, di akhir Ust Iis dan Ust Tri nangis, Aswad dan Ali baca puisi di jam pljrn  Ust Rozak. Tapi di akhir Ustz mimi kita ulangan Sosiologi, kita pernah poto2 didepan Ulul Albab sampe 2 kali, karna yg pertama gak ada Ustz Mimi, tapi ttp ada satu orang yg gak ngikut dia adalah Laila.Rabu 19 Mei 09 diruang 115  jadi akhir D’BOSCA,  tapi bukan akhir dari perjuangan kita. Semoga Allah ngebales perjuangan kita dgn kesuksesan, Amiin,,

Tangerang, Sabtu 06 Juni 2009
Hak Cipta pada PenulisDilarang keras memperbanyak atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thursday 4 April 2013

Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Thursday, April 04, 2013
PLAY





Liputan tentang Pondok Pesantren Daar el-Qolam dalam acara Kribo (Kritis & Heboh) yang ditayangkan di MNCTV (acara khusus Ramadhan 1433 H).

* Recording: Jumat 13 Juli 2012.
* Tempat: Pondok Pesantren Daar el-Qolam 1 dan Pondok Pesantren Daar el-Qolam 2
* Coverage: Nada Syiar Daar el-Qolam - Klub Marching Band, Klub Robotika, Muhadharah el-Markazi, Group Marawis Daar el-Qolam & Group Tari Saman Putri

All credits and Copyrights go to MNC TV News.
* Pemimpin Redaksi: Ray Wijaya
* Kepala Produksi Program Berita: Rizal Yusacc
* Kepala Peliputan Berita: Ahmad al-Hafiz
* Produser Eksekutif: Zita Hapsari
* Produser Kreatif: Purwadi Hartono
* Reporter: Christie Leonita
* Cameraman: Mulyadi
* Pengisi Suara: Heru "Ule" Hamzah
* Penyunting Gambar: Susanto H.
* Penata Grafis: Bagas Purna, Redia Wikastomo, Untung Afiyono, Faisal

Asatidz:
* Ust. H. Chamdan Widadi, S.Ag
* Ust. Ahmad Zahid Purna Wibawa, ST
* Ust. Giri Wuryanto
* Ustz. Arneli
* Ust. Aswad Firmansyah

Links:
* http://www.mnctv.com
* http://twitter.com/kribomnctv
* http://www.daarelqolam.ac.id
* http://twitter.com/daarelqolam
Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Thursday, April 04, 2013
Foto profil Aswad Firmansyah MH (Anda)

Anak tertidur
Salju lembut jatuh
Mimpi yang dihubungi
Seperti lonceng di kejauhan
Kami pemimpi
Belum lama lalu
Tapi satu per satu
Kita semua harus tumbuh
Ketika tampaknya keajaiban menyelinap pergi
Kami menemukan semuanya lagi pada hari itu
Percayalah pada apa yang hati anda katakan
Mendengar melodi yang diputar
Tidak ada waktu untuk tolak pinggang
Ada begitu banyak untuk merayakan
Percayalah pada apa yang anda rasakan di dalam
Dan memberikan impian anda sayap untuk terbang
Anda memiliki semua yang anda harapkan
Jika anda hanya percaya
Kereta bergerak cepat
Untuk tujuan perjalanan mereka
Tujuan
Dimanakah kita mulai lagi
Kapal pergi berlayar
Jauh melintasi laut
mempercayai cahaya bintang
Untuk mendapatkan di mana mereka perlu
Ketika tampaknya bahwa kita telah kehilangan cara kami
Kami menemukan semuanya lagi pada hari itu
Percayalah pada apa yang hati anda katakan
Mendengar melodi yang diputar
Tidak ada waktu untuk tolak pinggang
Ada begitu banyak untuk merayakan
Percayalah pada apa yang anda rasakan di dalam
Dan memberikan impian anda sayap untuk terbang
Anda memiliki semua yang anda harapkan

Jika Anda hanya percaya
Jika Anda hanya percaya
Jika Anda hanya percaya
hanya percaya
hanya percaya

Followers

Animated Cool Shiny Blue Pointer
Powered By Blogger