• Silsilah Nabi dan Rasulullah SAW

    At Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Jabir ra; ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia, aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian berpegang dengannya, pasti kalian tidak akan tersesat: Kitabullah dan keturunanku.” (Al Jami ash Shahih; hadits 3786).

  • Fakta Unik Tentang Ka'bah

    Ka’bah merupakan kiblat shalat bagi seluruh umat Muslim sedunia. Lokasi Ka’bah berada di dalam wilayah Masjidil Haram yang terletak di kota Makkah, Arab Saudi.

  • 40 Fakta Unik Tentang Islam

    Sebagian orang masih banyak yang meragukan tentang kebenaran agama islam, tak kecuali adalah mereka yang telah mengaku sebagai muslim.

  • K.H. Ahmad Rifa'i Arief

    K.H. Ahmad Rifa'i Arief (lahir 30 Desember 1942 – meninggal 16 Juni 1997 pada umur 54 tahun) adalah seorang kiai perintis dan pendiri Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Pondok Pesantren La Tansa, Pondok Pesantren Sakinah La Lahwa, serta Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi/Sekolah Tinggi Agama Islam (STIE/STAI) La Tansa Mashiro.

  • Enta Eih

    Enta eih mesh kfaya aalaik Tegrahni haram aalaik ent eeih Enta laih dimooai habeebi tehoun aalaik Tab w laih ana radya enak tegrahni w roohi feek Tab w laih yaani eih radya beaazabi bain edaik (x2)

  • Just Believe In Your Dreams

    Percayalah pada apa yang anda rasakan di dalam. Dan memberikan impian anda sayap untuk terbang. Anda memiliki semua yang anda harapkan. Jika anda hanya percaya.

Tuesday 27 August 2013

Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Tuesday, August 27, 2013

 

Dalam kehidupan di zaman modern penuh fitnah dewasa ini, kita jumpai banyak sekali hamba Allah yang hidup dipenuhi kegelisahan berkepanjangan. Dan salah satu kegelisahan tersebut bersumber dari kekhawatirannya akan jatuh miskin. Inilah fenomena nyata yang membuktikan betapa faham materialisme telah mendominasi mayoritas hamba Allah. Kebanyakan hamba Allah saat ini jauh lebih takut akan kehilangan harta daripada kehilangan iman dan keyakinannya akan Allah Sang Pencipta jagat raya. Banyak hamba Allah telah menjadikan kesuksesan dalam kehidupan dunia sebagai tujuan utamanya. Padahal Nabi Muhammad SAW memperingatkan kita bahwa jika dunia telah menjadi fokus perhatian utama, maka hidup seseorang bakal berantakan dan kemiskinan bakal menghantui dirinya terus-menerus.

“Barangsiapa yang menjadikan dunia ambisinya, niscaya Allah cerai-beraikan urusannya dan dijadikan kefakiran (kemiskinan) menghantui kedua matanya dan Allah tidak memberinya harta dunia kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya.” (HR Ibnu Majah 4095)

Dan sebaliknya, Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa hanya orang yang niat utamanya ialah kehidupan akhirat, maka hidupnya bakal berada dalam penataan yang rapih dan hidupnya akan dihiasi dengan kekayaan hakiki, yakni kekayaan hati. Bahkan Nabi Muhammad SAW menjamin orang tersebut bakal memperoleh dunia dengan jalan dunia yang datang kepada dirinya secara tunduk bahkan hina, bukan sebaliknya, ia yang harus mengejar dunia dengan hina sehingga merendahkan martabat diri.

“Dan barangsiapa menjadikan akhirat keinginan (utamanya), niscaya Allah kumpulkan baginya urusan hidupnya dan dijadikan kekayaan di dalam hatinya dan didatangkan kepadanya dunia bagaimanapun keadaannya (dengan tunduk).” (HR Ibnu Majah 4095)

Apa yang dapat kita simpulkan dari hadits Nabi Muhammad SAW di atas? Kesimpulannya ialah jika seorang hamba hidup dengan senantiasa sadar dan yakin bahwa Allah adalah Pemberi Rezeki sesungguhnya dan bahwa tugasnya sebagai orang beriman ialah terus-menerus mengokohkan keyakinan akan hidup yang sesungguhnya ialah di kampung akhirat nan kekal, bukan di negeri dunia nan fana ini, maka dengan sendirinya Allah-pun akan membalas keyakinannya yang mulia dan benar itu dengan balasan yang selayaknya sebagaimana Allah sendiri janjikan di dalam KitabNya:

”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl ayat 97)

Barang siapa beramal sholeh, maka Allah jamin kehidupannya bakal baik di dunia dan Allah bakal balas dengan yang jauh lebih baik dari amal sholehnya di akhirat kelak. Namun, saudaraku, itu semua dengan syarat yang sangat fundamental, yaitu ”dalam keadaan beriman.” Dan iman yang paling pokok ialah bertauhid. Termasuk di dalamnya ialah hanya bergantung kepada Allah Yang Maha Ahad (Esa), tidak bergantung kepada apapun atau siapapun selain Allah.

Oleh karenanya, Nabi Muhammad SAW memberikan kabar gembira kepada setiap muwahhid (ahli tauhid). Bahwa hidup mereka bakal dijauhkan dari kemiskinan. Dan untuk memperoleh jaminan tersebut ternyata cukup dengan setiap kali pulang ke rumah membaca ayat pertama surah Al-Ikhlas sebelum masuk ke dalam rumah. Tentunya itu semua dilakukan bukan sekedar sebagai mantera berupa komat-kamit di bibir belaka. Namun ia mestilah diiringi dengan keyakinan penuh akan makna dari ucapan kalimat tersebut: “Qul huw-Allahu Ahad” (Katakanlah: Allah itu Maha Esa). Artinya, ucapkanlah sambil meyakini sedalam mungkin di dalam hati bahwa tidak ada tempat selain Allah untuk memohon dan mengharapkan datangnya rezeki berkah yang bakal mencukupi hidup kita plus hidup anak-istri plus biaya kita untuk beribadah, beramal, berdakwah dan berjihad di jalan Allah Ta’aala.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaca “Qul huw-Allahu Ahad” (surah Al-Iklash ayat pertama) ketika masuk ke dalam rumahnya, maka kefakiran (kemiskinan) bakal tertolak dari penghuni rumah tersebut dan kedua tetangganya.” (HR Thabrani)

”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang dan kesewenang-wenangan manusia (penagih hutang/debt collector).”

Syukron,
Wallahu a'lamu bish-showaab
Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Tuesday, August 27, 2013
Sholat merupakan komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Robbnya (Allah swt) sehingga diperlukan kekhusyu’an dan ketenangan. Di antara hal yang disepekati para ulama adalah bahwa banyaknya gerakan dalam sholat yang tidak termasuk dalam
gerakan sholat itu sendiri baik disengaja atau karena lupa maka membatalkan sholat.

Para ulama Syafi’iyah memang mengembalikan makna gerakan yang banyak kepada kebiasaan yang lazim yaitu tiga kali gerakan atau lebih secara berturut-turut. Dan pengertian berturut-turut adalah suatu gerakan yang bersambung dengan gerakan yang lainnya.

Namun demikian untuk melihat bagaimana sebenarnya permasalahan ini ada baiknya kita melihat apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi yang dinukil oleh Sayyid Sabiq didalam bukunya Fiqhus Sunnah, bahwa Imam Nawawi mengatakan, ”Perbuatan yang tidak termasuk dalam pekerjaan shalat jika ia menimbulkan banyak gerak itu membatalkan, tetapi jika hanya menimbulkan sedikit gerak, itu tidaklah membatalkan. Seluruh ulama sepakat dalam hal ini, tetapi dalam menentukan ukuran yang banyak atau gerak yang sedikit terdapat empat pendapat.”

Imam Nawawi memilih yang keempat, ”Adapun pendapat yang shahih dan masyhur ialah mengembalikan soal itu kepada kebiasaan yang lazim. Jadi yang biasa dianggap sedikit oleh orang banyak, seperti memberi isyarat ketika menjawab salam, menanggalkan sandal, melepaskan sorban dan meletakkannya, juga mengenakan pakaian yang ringan atau melepaskannya, begitu pula mengambil benda kecil atau meletakkannya, menolak orang yang hendak lewat di depan atau menggosok lendir di baju dan lainnya, semua itu tidaklah membatalkan. Akan tetapi, kalau menurut orang pekerjaan itu dikategorikan gerak yang banyak, seperti banyak melangkah dan berturut-turut atau melakukan perbuatan yang sambung-menyambung, hal itu membatalkan.”

Selanjutnya, kata Nawawi, ”Sahabat sepakat bahwa bergerak banyak yang membatalkan itu ialah jika berturut-turut. Jadi, jika gerakannya berselang-seling, tidaklah membatalkan shalat, seperti melangkah kemudian berhenti sebentar, lalu melangkah lagi selangkah atau dua langkah, yakni secara terpisah-pisah. Seandainya ini diulang-ulang walaupun sampai seratus langkah atau lebih tidaklah apa-apa. Adapun gerakan ringan seperti menggerakkan jari untuk menghitung tasbih atau disebabkan gatal dan lainnya, hal itu tidaklah membatalkan shalat walaupun dilakukan secara berturut-turut dan hukumnya hanya makruh. Syafi’i telah menghitung-hitung bacaan ayat dengan cara menggenggamkan tangan tidaklah membatalkan shalatnya, tetapi sebaiknya hal itu ditinggalkan.” (Fiqhus Sunnah edisi terjemahan juz I hal 411 – 412)

Jadi batal tidaknya gerakan—yang bukan gerakan sholat—sebanyak tiga kali di dalam sholat dikembalikan kepada kebiasaan yang lazim. Jika memang kebiasaan masyarakat setempat menganggap bahwa tiga kali gerakan adalah tidak termasuk dalam banyak gerakan maka diperbolehkan dan jika masyarakat menganggap sebaliknya maka batal sholatnya. Sebagaimana hadits Rasulullah saw bahwa beliau saw sedang sholat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah saw dari Abil ‘Ash bin Robi’ah bin Abdisy Syams.. Tatkala beliau saw bersujud maka beliau saw meletakkannya dan apabila beliau saw berdiri kembali menggendongnya.” (HR Bukhori)

Syukron,

Saturday 24 August 2013

Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Saturday, August 24, 2013

Banyak di antara mukjizat Nabi Muhammad SAW yang seringkali ditunjukkan kepada para sahabat. Salah satunya adalah mukjizat Rasulullah SAW yang memiliki suara yang merdu sekali, sehingga nyaman dan indah didengar oleh telinga.

Seperti halnya penuturan Anas ra dalam sebuah riwayatnya, Rasulullah SAW bersabda,
"Bahwa Allah tidak mengutus seorang Nabi melainkan bermuka tampan dan bersuara merdu. Sedangkan Nabimu adalah yang terbagus raut mukanya dan merdu suaranya,"
(HR. At-Tirmidzi).
Suara Rasulullah SAW ternyata tidak hanya merdu saja, namun juga memiliki kekuatan suara yang cukup dahsyat sehingga orang-orang jauh pun bisa mendengar suara beliau.

Banyak Riwayat yang Mengisahkan
Istri Beliau, Rasulullah SAW yang bernama Aisyah, pernah menceritakan bahwa pada suatu ketika, tepatnya pada hari Jumat, Rasulullah SAW sedang duduk di atas mimbar di masjid. Ketika itu Rasulullah SAW bersabda kepada para manusia,
"Duduklah kalian."

Sabda Rasulullah yang demikian itu ternyata tidak hanya didengar oleh orang-orang yang berada di masjid itu saja, akan tetapi didengar pula oleh Abdullah bin Rawahah yang pada saat itu sedang berada di wilayah Bani Graham. Saat itu Abdullah bin Rawahah pun langsung duduk di tempat yang jaraknya cukup jauh dari masjid itu. Padahal saat itu belum ada pengeras suara seperti saat ini.

Dalam riwayat lainnya, Abdurrahman bin Mu'adz yang juga termasuk salah satu sahabat Rasulullah SAW menceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW sedang menceramahi para sahabat-sahabatnya di Mina.

Rasulullah SAW bersabda,
"Bawalah kerikil untuk melempar."

Demikian ucap Rasulullah SAW ketika membimbing para sahabat untuk beribadah.
Sementara itu Abdurrahman sendiri
ketika itu berada jauh dari Rasulullah SAW, namun ia bisa mendengar suara beliau ketika mengajari para sahabat tentang tata cara beribadah.

Tidak hanya itu, pada suatu ketika, Bara' bercerita bahwa Rasulullah SAW pernah berceramah kepadanya dan para sahabat di sekelilingnya. Namun suara Rasulullah SAW ketika itu ternyata mampu didengar oleh para muslimah yang berada dalam kamar pingitan mereka.

Suara Dapat Didengar dari Jarak Cukup Jauh
Pengalaman lainnya juga diungkapkan oleh Ummu Hani. Ia menuturkan bahwa pada suatu malam ketika dirinya sedang membaringkan punggung di rumahnya. Suasana ketika itu cukup sepi, namun tiba-tiba ia mendengar suara Rasulullah SAW. Ummu Hani merasa heran, dari itu ia mencoba mencari-cari Rasulullah SAW di rumahnya. Namun ternyata Rasulullah SAW tidak ada di rumahnya saat itu.

Pada saat yang bersamaan, ternyata Rasulullah SAW ketika itu sedang berada di sisi Ka'bah. Sedangkan rumah Ummu Hani dan Ka'bah memiliki jarak yang cukup jauh sekali.

Ummu Hani menceritakan apa yang disabdakan Nabi adalah sebagai berikut.
Rasulullah SAW bersabda,
"Wahai orang-orang yang beriman, dengan lidahnya dan tak memurnikan keimanan dari hatinya, janganlah kalian memfitnah kaum muslimin dan janganlah kalian mencari-cari cacatnya. Dan barangsiapa yang cacatnya dicari-cari oleh Allah SWT, maka Dia akan membuka kejelekan di tengah rumahnya."

Subhanallah...
Ucapan Rasulullah SAW tersebut mampu menembus dinding pembatas rumah-rumah para penduduk ketika itu. Sehingga banyak muslimah yang berada di dalam kamarnya juga mampu mendengar apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW tersebut, termasuk Ummu Hani. Padahal jarak mereka dengan Rasulullah SAW cukup jauh dan tidak ada pengeras suara.

Subhanallah....
Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Saturday, August 24, 2013


Masjid Nabawy yang terdapat di Madinah adalah masjid termulya kedua setelah Masjidil Haram Mekkah. Di masjid ini Nabi Agung Muhammad SAW disemayamkan yaitu diselah kiri dari mimbar dan mihrob (tempat pengimaman) beliau.

Keistimewaan masjid Nabawy : barang siapa yang sholat di masjid ini maka pahalanya berbanding 1000 x dari masjid-masjid lainnya selain Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Dan barang siapa sholat di Masjid Nabawy  40 waktu dengan berjamaah maka orang tersebtu dibebaskan oleh Allah SWT dari 2 hal yaitu dari api neraka dan dari sifat kemunafikan.

raudhoh 120x120 Tahukah Anda Imam Imam Masjid Nabawy Madinah ?Tempat antara mimbar Rasulullah SAW dan kuburan beliau disebut Raudhoh artinya taman  yaitu satu taman dari taman-taman surga. Raudah adalah taman surga yang diturunkan dan ditampakkan oleh Allah SWT untuk manusia sebagai bukti keindahan surga yang kelak sebagai tempat kaum beriman.Demikianlah yang dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadistnya


Berikut adalah nama-nama Imam Masjid Nabawy Madinah Al Munawwarah :
1. Sheikh Abdullah Al-Khulaifi
Sheikh Abdullah Al Khulaifi1 Tahukah Anda Imam Imam Masjid Nabawy Madinah ?


2. Sheikh Ali Jaber
Sheikh Ali Jaber1 Tahukah Anda Imam Imam Masjid Nabawy Madinah ?

3. Sheikh Umar Al-Subayyil (putra dari Muhammad Al-Subayyil).

4. Sheikh Abdullah Al Humaid. (Beliau adalah Pimpinan Mahkamah Saudi Arabia)
seikh DR.salih b in abdullah al humaid1 Tahukah Anda Imam Imam Masjid Nabawy Madinah ?


5. Sheikh Abdullah Al-Harazi  (Pimpinan Majlis al Shura Saudi Arabia).

6. Sheikh Abdullah Khayyat
imam masjid nabawy seikh abdullah alkhayyat1 Tahukah Anda Imam Imam Masjid Nabawy Madinah ?

7. Sheikh Ali Bin Abdur Rahman Al Hudzaify  (Kepala Imam Masjid Nabawi Madinah) imam masjid nabawy madinah syaikh ali al khudzaifi1 Tahukah Anda Imam Imam Masjid Nabawy Madinah ?

8. Sheikh Dr. Salah Ibn Muhammad Al Budair (memimpin tarawih pada 2005-2006) sekarang menjadi imam penuh di Masjid Nabawi
imam masjid nabawy seikh salahalbudair1 Tahukah Anda Imam Imam Masjid Nabawy Madinah ?

9. Sheikh Muhammed Al-Subayyil 
10. Sheikh Adil Kalbani (Memimpin tarawih pd 1429 H)
imam masjidi nabawy adil kalbani1 Tahukah Anda Imam Imam Masjid Nabawy Madinah ?





Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Saturday, August 24, 2013
Perhatian setiap muslim tertuju kepada dua tanah haram (suci) Makkah dan Madinah, tidak ketinggalan juga terhadap para imamnya. Mereka memiliki populariti dan kedudukan yang mulia di hati kaum muslimin kerana menjawat imam masjid no 1 umat islam, Masjidil Haram di Mekah. Biografi singkat 10 imam Masjidil Haram.

1. Syaikh DR. Su’ud bin Ibrahim as-Syuraim

Lahir pada tahun 1386 H, di Saqra’ Riyadh. Beliau kuliah pada fakulti Ushuluddin di Jami’ah al-Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyah. Lulus pada tahun 1409 H, kemudian melanjutkan  pendidikannya di Ma’had ‘Ali untuk para hakim, hingga beliau mendapatkan gelar Master pada tahun 1413 H. Profesion  beliau, mantan hakim, pengajar di Masjidil Haram, Dekan fakulti Syari’ah di Jami’ah Ummul Qura’ Makkah. Tahun lantikan beliau sebagai Imam di Masjidil Haram adalah tahun 1414 H. Beliau memiliki sejumlah besar unta, yang beliau habiskan sebagian waktu dengannya. Beliau memberikan perhatian besar dalam syarahan kitab Tauhid di Masjidil Haram. Beliau terkenal dengan syair dan kalimat-kalimat yang lembut yang menyentuh. Diantara karya tulis beliau adalah al-Syamil fil Khathib wal-Khuthbah, sudah diterjemah ke dalam bahasa Indonesia dan diedit oleh Ustadz Agus Hasan Bashori (pimred Qiblati) dengan judul Ensiklopedi Khuthbah atau panduan khathib.

2. Syaikh DR. Shalih bin Abdillah Alu Humaid


Lahir pada tahun 1369 H di Buraidah. Beliau mendapat gelaran doktor dalam bidang Fiqah dan Ushul pada tahun 1402 H. Profesiion beliau adalah Ketua Majlis Syura, dan anggota Haiah Kibarul Ulama. Beliau ditetapkan sebagai Imam Masjidil Haram pada 1 Muharram 1404 H. Beliau mengimami sekali dalam sebulan, iaitu untuk shalat Subuh. Sedangkan sebagian besar waktunya beliau habiskan di Riyadh untuk urusan tanggung jawab terhadap Majlis Syura. Beliau datang sekali sebulan untuk khutbah Jum’at.
Beliau memberikan perhatian besar terhadap tafsir al-Qur’an al-Karim.

3. Syaikh DR. Shalih bin Muhammad Alu Thalib


Beliau lahir pada tahun 1393 H di Riyadh. Beliau dilantik sebagai Imam Masjidil Haram pada tahun 1423 H.
Beliau bekerja sebagai Qadhi di Pengadilan Tinggi Makkah. Beliau sangat cakap dalam pekerjaan beliau sebagai hakim dan teguh saat memberikan keputusan.

4. Syaikh DR. Usamah bin ‘Abdillah Khayyath

Beliau lahir pada tahun 1375 H di Makkah al-Mukarramah. Syaikh Usamah mendapatkan ijazah sanad dalam meriwayatkan kutubus sunnah dan seluruh kitab induk hadits lainnya. Beliau belajar di Makkah dan lulus dari Fakultas Kitab dan Sunnah pada tahun 1396. Profesi beliau adalah pengajar di Masjidil Haram, mantan Anggota Majlis Syura, Dekan di Fakulti Syari’ah Jami’ah Ummul Qura’. Beliau ditetapkan sebagai imam Masjidil Haram pada tahun 1418 H. Beliau dikenal dengan gaya bahasa penyampaian yang kuat, yang mampu menggetarkan hati. Beliau adalah satu-satunya imam masjid yang ayahandanya adalah seorang imam dan khatib masjidil Haram. Dan ayahanda beliau tergolong Imam Masjidil Haram yang paling terkenal di akhir-akhir ini.

5. Syaikh DR, Abdurrahman bin ‘Abdil ‘Aziz as-Sudais

Syekh Sudais lahir pada tahun 1382 di Riyadh. Dia menjadi Hafidzul Qur’an pada usia 12 tahun, di masjid kota Riyadh yang diketuai oleh Syaikh Abdul Rahman al-Faryan. Beliau juga diambil oleh Syaikh Muhammed Ali Hussan and Syaikh Muhammed Abdul Majid Zakir untuk menerima berbagai biasiswa. Mencapai pendidikan dasar ‘Mathna bin Hartha’ menyerupai akademi ilmu pengetahuan. Di sana beliau menerima  berbagai macam biasiswa termasuk dari Syaikh Abdullah Munaif and Syaikh Abdullah bin Abdul Rahman al Tuwayjiri. Dr. Abdul Rahman lulus dari akademi ini dengan predikat “Excellent” tahun 1399H dan melanjutkan ke Fakulti Syari’ah. Setelah itu beliau menjadi Imam dan Khotib di Masjid Syaikh al-Allam Abdul Razzaq Afifi. Beliau juga mulai mengajar di Akademi Imam al-Dawa Al-Almy. Pada tahun 1404 beliau ditunjuk sebagai Imam dan Khotib Masjid al-Haram, Makkah. Di sana pertama kalinya beliau menjadi imam pada solat Asar pada 22 Sya’ban 1404H (22 ogos1404H). Khutbah pertama pada hari kelima belas bulan Ramadhan 1404H (15 September 1404H). Dalam tahun yang sama, Dr. Abdul Rahman mendapat gelar Master Degree, dengan predikat “Excellent” dari Universitas Syari’ah Imam Muhammad bin Saud. Beliau dilimpahi tawaran untuk menjadi guru di Universiti terkemuka Ummul Qura’, Makkah, di mana beliau mendapatkan gelaran  Doktornya. Beliau dilantik menjadi Dekan Fakulti Syari’ah di Universiti Ummul Qura’. Dilantik sebagai Imam Masjidil Haram pada tahun 1404 H kerika umur beliau 22 tahun.

6. Syaikh Mahir bin Hamd al-Mu’aiqili

Beliau dilahirkan al-Madinah al-Munawwaroh. Beliau habiskan usianya di Madinah, kemudian beberapa tahun yang lalu pindah ke Makkah al-Mukarramah sebagai pengajar di Sekolah Menengah. Beliau diangkat sebagai Imam Masjidil Haram pada tahun 1428 H, yang sebelumnya beliau adalah Imam Masjid Nabawi pada tahun 1427 H.

7. Syaikh Muhammad bin ‘Abdillah as-Subayyil

Beliau lahir pada tahun 1345 H, di Qashim. Adalah anggota Kibarul Ulama, dan anggota al-Majma’ al-Fiqhi. Beliau adalah mantan Ketua Umum Urusan Masjidil Haram Makkah dan Madinah juga anggota Haiah Kibarul Ulama. Beliau diangkat sebagai Imam Masjidil Haram pada tahun 1385 H. Beliau tergolong Imam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yang paling lama.

8. Syaikh ‘Abdullah bin ‘Awad al-Juhani

Beliau lahir pada 1396 H di Madinah.
Beliau belajar di Fakulti al-Qur’anul Karim di Jami’ah Islamiyah.
Beliau termasuk yang dimuliakan oleh Allah sebagai imam dari keempat masjid yang memiliki kedudukan terbesar di hati kaum Muslimin, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Quba’ dan Masjid Qiblatain.
Beliau sekarang adalah Mahasiswa di Ummul Qura’. Pada usia 16 tahun beliau telah mengikuti pertandingan hafiz Qur’an di Makkah dan memperoleh peringkat pertama.
Dalam hal membaca al-Qur’an beliau telah diijazahi oleh para ulama Qiraah yang bertaraf Internasional yang terkenal di antaranya adalah: Syaikh az-Ziyat j , Syaikh Ibrahim al-Akhdhor Ulama ahli Qur’an di Masjidil Haram, dan DR. ‘Ali al-Khudzaifi, Imam Masjid Nabawi di Madinah.

9. Syaikh DR. Khalid al-Ghamidi

Lahir pada tahun 1388 H di Makkah.
Dilantik sebagai Imam Masjidil Haram pada bulan Dzul Hijjah tahun 1428 H
Beliau memperoleh Master dan kedoktoran dalam bidang tafsir di Jami’ah Ummul Qura’.

10. Syaikh DR. Faishal Ghazawi


Lahir pada tahun 1388 H di Makkah al-Mukarromah.
Ditetapkan sebagai Imam Masjidil Haram pada bulan Dzul Qa’dah 1428 H.
Memperoleh Master dan PHD di Jami’ah Ummul Qura’.
Masih bekerja di Fakulti Qiraah di Universiti yang sama.

Friday 23 August 2013

Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Friday, August 23, 2013

Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya serta umatnya hingga akhir zaman.

Membaca surat Yasin pada malam Jum'at menjadi tradisi yang melekat pada masyarakat Melayu, seperti Indonesia dan Malaysia. Selepas Maghrib, rumah-rumah, masjid, dan mushalla ramai dengan lantunan surat Yasin baik dengan sendiri-sendiri maupun berjamaah. Terekam dalam benak, bahwa ini adalah amal yang benar-benar disyariatkan dan memiliki pahala besar. Bagaimana sebenarnya hukum takhsis malam Jum'at dengan membaca surat Yasin?

Pertama, membaca Al-Qur'an dianjurkan kepada kaum muslimin, bahkan termasuk amal utama. Pahalanya sangat besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kedekatan seseorang dengan Rabb-nya bisa dilihat seberapa ia dekat dengan Al-Qur'an, karena ia adalah Kalamullah. Maka jika seseorang memperbanyak membaca Al-Qur'an maka itu baik untuknya, termasuk membaca surat Yasin, baik di malam Jum'at atau malam-malam lainnya.

Kedua, Membaca Al-Qur'an termasuk amal ibadah mutlak, tidak terikat kapan dan dimana harus dibaca. Sementara menghususkannya dengan waktu dan tempat tertentu itu membutuhkan dalil. Dan tidak ditemukan dalil shahih tentang anjuran dan fadhilah membaca surat Yasin pada malam dan hari Jum'at. Para ulama ahli hadits menghukumi keutamaan surat Yasin antara dhaif atau maudhu'. Sehingga seseorang tidak boleh menghususkannya pada malam Jum'at dengan meyakini itu termasuk amal khusus yang disyariatkan padanya dan memiliki keutamaan tertentu.

Syaikh Abdurrahman al-Sahim dalam forum Syabkah Misykah Al-Islamiyyah menjawab pertanyaan seputar ini, "Shahihkah Hadits yang Menyebutkan Tentang Membaca Surat Yasin dan al-Shaffat pada Malam Jum'at?",.
Jawaban beliau, "Ini tidak shahih. Dan disebutkan riwayat:

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ يس فِي لَيْلَةِ الْجُمعَةِ غُفِرَ لَهُ

"Siapa yang membaca surat (Yasin) pada malam Jum'at diampuni dosanya."

Syaikh Al-Albani berkata: "Dhaif Jiddan (sangat lemah,-ter)" (Lihat: Dhaif al-Targhib wa al-Tarhib: no. 450).
Dan tidak terdapat satu haditspun yang shahih tentang keutamaan surat Yasin." Wallahu Ta'ala A'lam.

Apa yang Disyariatkan Dibaca Pada Malam dan Hari Jum'at

Salah satu amal ibadah khusus yang diistimewakan pelakasanaannya pada hari Jum’at adalah membaca surat Al-Kahfi. Berikut ini kami sebutkan beberapa dalil shahih yang menyebutkan perintah tersebut dan keutamaannya.
1. Dari Abu Sa'id al-Khudri radliyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul 'atiq." (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736)

2. Dalam riwayat lain masih dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu 'anhu

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang surat Al-Kahfi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’, no. 6470)

3. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ سَطَعَ لَهُ نُوْرٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءَ يُضِيْءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua jumat.
Al-Mundziri berkata: hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya dengan isnad yang tidak apa-apa. (Dari kitab at-Targhib wa al- Tarhib: 1/298)”

Kapan Membacanya?

Sunnah membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada hari Jum’atnya. Dan malam Jum’at diawali sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis. Kesempatan ini berakhir sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’atnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.

Imam Al-Syafi'i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan bahwa membaca surat al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum'at dan siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm, Imam al-Syafi'i: 1/237).

Mengenai hal ini, al-Hafidzh Ibnul Hajar rahimahullaah mengungkapkan dalam Amali-nya: Demikian riwayat-riwayat yang ada menggunakan kata “hari” atau “malam” Jum’at. Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud “hari” temasuk malamnya. Demikian pula sebaliknya, “malam” adalah malam jum’at dan siangnya. (Lihat: Faidh al-Qadir: 6/199).
DR Muhammad Bakar Isma’il dalam Al-Fiqh al Wadhih min al Kitab wa al Sunnah menyebutkan bahwa di antara amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada malam dan hari Jum’at adalah membaca surat al-Kahfi berdasarkan hadits di atas. (Al-Fiqhul Wadhih minal Kitab was Sunnah, hal 241).
Kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi di Hari Jum’at

Dari beberapa riwayat di atas, bahwa ganjaran yang disiapkan bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada siang harinya akan diberikan cahaya (disinari). Dan cahaya ini diberikan pada hari kiamat, yang memanjang dari bawah kedua telapak kakinya sampai ke langit. Dan hal ini menunjukkan panjangnya jarak cahaya yang diberikan kepadanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ

Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. Al-Hadid: 12)

Balasan kedua bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at berupa ampunan dosa antara dua Jum’at. Dan boleh jadi inilah maksud dari disinari di antara dua Jum’at. Karena nurr (cahaya) ketaatan akan menghapuskan kegelapan maksiat, seperti firman Allah Ta’ala:

إن الحسنات يُذْهِبْن السيئات

Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)

Penutup

Hari Jum'at merupakan hari yang mulia, hendaknya setiap muslim memuliakannya dengan amal-amal ketaatan. Namun menetapkan amal-amal tersebut tidak boleh hanya dengan anggapan semata, tapi harus didasarkan kepada tuntutan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang kita ketahui melalui sunnahnya. Karena dengan ittiba' kepada sunnah beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam  tersebut, -sesudah ikhlash- seseorang akan diterima amal ibadahnya dan dicintai oleh Rabb-nya. Dan tidak didapatkan sunnah shahihah dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menghususkan malam Jum'at ataupun siang harinya dengan membaca surat Yasin. Bersamaan itu, terdapat amal yang dianjurkan oleh beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yaitu membaca surat Al-Kahfi, dan inilah yang dianjurkan oleh Imam al-Syafi'i rahimahullah. Wallahu Ta’aa a’lam.
Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Friday, August 23, 2013
PARA IMAM SHALAT SEBAIKNYA MEMPERHATIKAN
Ada sebagian imam ketika shalat tarawih atau shalat wajib tidak memberi waktu makmum untuk bisa membaca surat al-fatihah dengan baik, karena makmum ketika membaca surat al-fatihah, ia juga sambil mendengarkan bacaan imam membaca surat pendek. Untuk makmum ketika imam membaca surat al-fatihah cukup mendengarkan saja, setelah imam membaca : “Waladh-dhaalliin” , lalu memcaca “Aamiin” bersamaan dengan imam, baru makmum membaca surat al-fatihah sendiri-sendiri. Untuk imam setelah membaca “aamiin” sebaiknya diam sebentar untuk memberi waktu makmum membaca surat al-fatihah. Selanjutnya imam membaca surat pendek atau ayat-ayat Al-Quran lainnya dan makmum cukup mendengarkan bacaan imam. Untuk lebih jelasnya ikuti uraian di bawah ini :
Shahabat Samurah r.a telah menceritakan hadits sebagai berikut :
سَكْتَتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص.م : فَأَنْكَرَذَالِكَ عِمْرَانُ ابْنُ حُصَيْنٍ وَقَالَ:حَفِظْنَا سَكْتَةً فَكَتَبْنَا إِلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ بِالْمَدِيْنَةِ فَكَتَبَ أُبَيٌّ أَنْ حَفِظَ سَمُرَةُ . قَالَ سَعْدٌ : فَقُلْنَا لِقَتَادَةَ مَاهَاتَانِ السَّكْتَتَانِ ؟ قَالَ : إِذَا دَخَلَ فِيْ صَلَاتِهِ وَإِذَا فَرَغَ مِنَ اْلقِرَاءَةِ ثُمَّ قَالَ بَعْدَ ذَالِكَ وَإِذَا قَرَأَ وَلَا الضَّآلِّيْنَ ( رواه الترمذي وأبوداو
Dua saktah (berdiam diri) yang aku hafal dari Rasulullah saw.  Tetapi hal tersebut diingkari oleh Imran Ibnu Hushain seraya mengatakan, “ kami hanya menghafal satu saktah.” Lalu kami (berdua) berkirim surat kepada Ubay bin Ka’ab r,a di Madinah, maka Ubay r.a menjawab, bahwa Samurah memang beanar-benar hafal. Sa’ad (salah seorang perawi hadits ini) mengatakan, “ Lalu kami bertanya kepada Qatadah, apakah kedua saktah itu ? ’’ Qatadah menjawab : “ Yaitu apabila beliau saw. telah memasuki shalatnya dan apabila selesai dari bacaan (Al Quran)nya.” Setelah itu Qatadah mengatakan, “Dan apabila ia telah membaca waladh dhaalliin.” (HR. Turmudzi dan Abu Dawud)

KETERANGAN :
Imran Ibnu Hushain r.a.menyangkal kata-kata Samurah r.a.yang mengatakan dua saktah. Menurut lahiriyahnya, satu saktah yang dimaksud oleh Imran Ibnu Hushain r.a.ialah sesudah takbiratul ihram. Kemudian Imran Ibnu Hushain r.a dan Samurah r.a.kedua-duanya berkirim surat kepada sahabat Ubay Ibnu Ka’ab yang ada di Madinah.
Maka sahabat Ubay Ibnu Ka’ab r.a.menjawab dengan jawaban yang sama dengan apa  yang telah dikatakan oleh Samurah r.a. Sa’ad mengatakan, lalu kami bertanya kepada Qatadah, apakah dua saktah itu ?  Qatadah menjawab : “Yaitu apabila Nabi saw. telah memasuki shalatnya, yakni sesudah takbiratul ihram, dan apabila selesai membaca Al Qurannya.
  Saktah  (diam) yang pertama ini digunakan oleh Nabi saw. untuk membaca doa iftitah. Sedangkan saktah (diam) yang kedua ialah apabila Nabi saw. telah selesai dari bacaannya, yakni bacaan surat Al Fatihah dan surat lainnya, yaitu sebelum ruku’. Dimaksud agar qiraah (bacaan) tidak berhubungan langsung dengan bacaan takbir untuk turun melakukan ruku’.
Apabila Nabi saw. membaca Waladh-dhalliin, maka ia membaca amin. Sebelum beliau membaca surat lainnya terlebih dahulu berdiam agar orang-orang yang makmum membaca surat Al Fatihah. Dengan demikian maka bacaan orang-orang yang makmum tidak mengganggu bacaan imam selanjutnya. Sebagaimana beliaupun membaca doa iftitah dengan suara yang pelan, memberikan kesempatan kepada makmum untuk berniat dan bertakbiratul ihram, serta bersiap-siap mendengarkan bacaan surat Al Fatihah yang dibaca oleh Imam.

Dengan demikian maka jumlah saktah (berdiam) ada 3 (tiga), yaitu sesudah takbiratul ihram, sesudah surat Al Fatihah dan sesudah surat lainnya. Hal ini yang dianut oleh segolongan sahabat dan tabi’in, serta Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Ishak, dan Imam Auza’i.

Followers

Animated Cool Shiny Blue Pointer
Powered By Blogger