• Silsilah Nabi dan Rasulullah SAW

    At Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Jabir ra; ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia, aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian berpegang dengannya, pasti kalian tidak akan tersesat: Kitabullah dan keturunanku.” (Al Jami ash Shahih; hadits 3786).

  • Fakta Unik Tentang Ka'bah

    Ka’bah merupakan kiblat shalat bagi seluruh umat Muslim sedunia. Lokasi Ka’bah berada di dalam wilayah Masjidil Haram yang terletak di kota Makkah, Arab Saudi.

  • 40 Fakta Unik Tentang Islam

    Sebagian orang masih banyak yang meragukan tentang kebenaran agama islam, tak kecuali adalah mereka yang telah mengaku sebagai muslim.

  • K.H. Ahmad Rifa'i Arief

    K.H. Ahmad Rifa'i Arief (lahir 30 Desember 1942 – meninggal 16 Juni 1997 pada umur 54 tahun) adalah seorang kiai perintis dan pendiri Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Pondok Pesantren La Tansa, Pondok Pesantren Sakinah La Lahwa, serta Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi/Sekolah Tinggi Agama Islam (STIE/STAI) La Tansa Mashiro.

  • Enta Eih

    Enta eih mesh kfaya aalaik Tegrahni haram aalaik ent eeih Enta laih dimooai habeebi tehoun aalaik Tab w laih ana radya enak tegrahni w roohi feek Tab w laih yaani eih radya beaazabi bain edaik (x2)

  • Just Believe In Your Dreams

    Percayalah pada apa yang anda rasakan di dalam. Dan memberikan impian anda sayap untuk terbang. Anda memiliki semua yang anda harapkan. Jika anda hanya percaya.

Sunday 2 December 2012

Posted by Aswad Firmansyah Hanafi
No comments | Sunday, December 02, 2012

KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah yang membahas tentang Ibnu Rusyd dan pemikiran serta filsafatnya dengan baik.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan kita sebagai para pengikutnya sampai akhir zaman.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penyusun untuk perbaikan makalah ini.

Di dalam makalah ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini terselesaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan para pembaca umumnya.


Serang, 02 Desember 2012


Penyusun



DAFTAR ISI




























BAB I


PENDAHULUAN




Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja, khususnya orang yunani. Diantara filsafat yang pernah berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat Persia, cina, India, dan tentu saja filsafat islam.

Di Andalusia, tepatnya di kota Cordova lahir seorang filosof Muslim terkenal bernama Ibnu Rusyd. Ketika itu Andalusia (Spanyol) merupakan salah satu pusat peradaban Islam yang maju dan cemerlang serta banyak menghasilkan ilmuan-ilmuan muslim besar seperti Ibnu Bajjah dan Ibnu Thufail. Di sisi lain, Eropa (baca: masyarakat kristen Eropa) masih berada dalam zaman kegelapan, kebodohan dan terkungkung dalam hegemoni kekuasaan gereja (The dark middle ages), sehingga dapat dilihat dalam konteks sejarah bahwa dengan munculnya peradaban Islam di Andalusia, telah menjadi jembatan bagi Eropa untuk mengetahui dan mempelajari Ilmu pengetahuan khususnya filsafat. Dengan demikian dunia Islam telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa.


Sebagai seorang filosof, Ibnu Rusyd banyak memberikan kontribusinya dalam khasanah dunia filsafat, baik filsafat yang berasal dari Yunani maupun yang berasal dari filosof-filosof muslim sebelumnya. Ibnu Rusyd dalam filsafatnya sangat mengagumi filsafat Aristoteles dan banyak memberikan ulasan-ulasan atau komentar terhadap filsafat Aristoteles sehingga ia terkenal sebagai komentator Aristoteles.


Tokoh yang paling popular dan dianggap paling berjasa dalam membuka mata barat adalah Ibnu Rusyd. Dalam dunia intelektual barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros. Begitu populernya Ibnu Rusyd dikalangan barat, sehingga pada tahun 1200-1650 terdapat sebuah gerakan yang disebut Averroisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd. Maka dari itu pada kesempatan kali ini pemakalah mencoba untuk mengkaji filsafat Ibnu Rusyd.




Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

1)        Untuk mengetahui biografi dan riwayat hidup Ibnu Rusyd

2)        Untuk mengetahui pemikiran agama dan filsafat Ibnu Rusyd

3)        Untuk mengetahui pendapat Ibnu Rusyd tentang Tuhan, akal dan jiwa manusia serta keazalian alam

BAB II


PEMBAHASAN


IBNU RUSYD



A. Biografi dan Riwayat Hidup


Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H). Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.

Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marakesh (Marakusy) Maroko atas permintaan Ibnu Thufail (w. 581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalakannya dengan khalifah Abu Ya’qub Yusuf. Dalam pertemuan pertama anatara Ibn Rusyd dengan Khalifah terjadi proses Tanya jawab diantara keduanya tentang asal-usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu mereka juga membahas tentang berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa petanyaan ini merupakan jebakan khalifah, karna persoalan ini sangat kurasial dan sensitif ketika itu.

Ternyata dugaan itu meleset. Khalifah yang pencinta ilmu ini malah berdiskusi dengan Ibnu Thufail tentang masalah-masalah di atas. Khalifah Abu ya’kub dengan fasih dan lancar menjelasan persoalan-persoalan itu dan mengutif pendapat-pendapat seperti plato dan aristoteles. Khalifah dan Ibnu Thufail, sama-sama terlibat dalam diskusi yang berat. Terlihat bahwa khalifah yang memang pencinta ilmu pengetahuan ini sangat menguasai persoalan ilmu filsafat pendapat-pendapat mutakallimin atau teolog Plato dan Aristiteles. Ibnu Rusyd kagum pada pengetahuan khalifah tentang filsafat. Karenanya ia pun berani menyatakan pendapatnya sendiri. Pertemuan pertama ini ternyata membawa berkah bagi Ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh khalifah untuk menterjemahkan karya-karya aristoteles menafsirkannya. Pertemuan itu pun mengantarkan Ibnu Rusyd untuk menjadi qodhi di sevile setelah dua tahun mengabdi ia pun diangkat menjadi hakim agung di kordoba, selain tu pada tahun 1182 ia kembali ke istana muwahidun di marakhes menjadi dokter pribadi khalifah pengganti Ibnu Thufail.

Pada tahun 1184 khalifah Abu Yakub Yusuf meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Abu Yusuf Ibnu Ya’kub Al-Mansur. Pada awal pemerintahannya khalifah ini menghormati Ibnu Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya, namun pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk dikalangan tokoh agama, mereka mulai menyerang para filsafat dan filosof. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia harus berhadapan oleh pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya kepentingan serta ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara mereka pun memfitnah Ibnu Rusyd. Akhirnya Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatnnya. Pada tahun 1195 ia diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan yahudi yang terletak sekitar 50 km di sebela selatan cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika serta astronomi yang tidak dibakar. Selain Ibn Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha’ dan sastrawan lainnya yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu ‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim di afrika), Abu Ja’far al-Dzahabi, Abu Rabi’ al-Khalif dan Nafish Abu al-‘Abbas.

Menurut Nurcholish, penindasan dan hukuman terhadap Ibn Rusyd ini bermula karena Khalifah al-Mansyur ringin mengambil hati para tokoh agama yang biasanya memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam. Khalifah melakukan hal ini karena didesak oleh keperluan untuk memobilisasi rakyatnya menghadapi pemberontakan orang-orang Kristen Spanyol. Disamping itu,hal yang cukup menarik, sikap anti kaum muslim Spanyol terhadap filsafat dan para filosof lebih keras daripada kaum muslim Maghribi atau Arab. Ini digunakan oleh pimpinan-pimpinan agama untuk memanas-manasi sikap anti terhadap filsafat dan cemburu kepada filosof.

Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan situasi kembali normal, khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya yang asli. Ia kembali memihak kepada pemikirab kreatif Ibn Rusyd, sutau sikap yamg sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah al- Mansyur merehabilitasi Ibn Rusyd dan memanggilnya kembali ke istana. Ibn Rusyd kembali mendapat perlakuan hormat. Tidak lama setelah itu, pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember 1197 Ibn Rusyd meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya, Cordova.


B. Pemikiran Ibnu Rusyd


Agama dan Filsafat

Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam. Reaksi al-Ghazali terhadap pemikiran mereka seraya menyatakan jenis-jenis kekeliruan yang diantaranya dapat digolongkan sebagai pemikiran sesat dan kufur.

Terhadap reaksi dan sanggahan tersebut Ibnu Rusyd tampil membela keabsahan pemikiran mereka serta membenarkan kesesuaian ajaran agama dengan pemikiran falsafah. Ia menjawab semua keberatan al-Ghazali dengan argumen-argumen yang tidak kalah dari al-Ghazali sebelumya. Dalam bukunya Tahafut al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.

Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak bertentangan bertentangan dengan filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya tidak lebih dari bernalar tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya pencipta. Dalam hal ini syara’pun telah mewajibkan orang untuk mempergunakan akalnya, seperti yang jelas dalam Firman Allah : “Apakah mereka tidak memikirkan (bernalar)tentang kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-Araf: 185) dan firman Allah surah Al-Hasyr: 2 yang artinya: “Hendaklah kamu mengambil Itibar (ibarat) wahai orang-orang yang berakal”. Bernalar dan ber’itibar hanya dapat dimungkinkan dengan menggunakan kias akali, karena yang dimaksud dengan I’tibar itui tiadak lain dari mengambil sesuatu yang belum diktahui dari apa yang belum diketahui.

Akan tetapi, dalam agama ada ajaran tentang hal-hal yang ghaib seperti malikat, kebangkitan jasad, sifat-sifat surga dan neraka dan lain-lain sebagainya yang tidak dapat diapahami akal, maka hal-hal yang seperti itu kata Ibn Rusyd merupakan lambang atau simbol bagi hakikat akali. Dalam hal ini, ia menyetujui pendapat al-Ghazali yang mengatakan, wajib kembali kepada petunjuk-petunjuk agama dalam hal-hal yang tidak mampu akal memahaminya.




Dalam masalah pengetahuan Tuhan, al-Ghazali menuduh para filosof berpendirian bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil, kecuali dengan cara yang kulliyat (umum, universal). Ibnu Rusyd menjawab tuduhan al-Ghazali ini telah salah paham terhadap pendapat filosof. Ibnu Rusyd meluruskan, pendapat filosof adalah bahwa pengetahuan Tuhan tentang rincian (juz’iyyat) berbeda dengan pengetahuan manusia.


Pengetahuan manusia adalah mengambil bentuk efek, yaitu melalui yang ditangkapnya oleh panca indera, sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan sebab bagi terwujudnya rincian tersebut. Karena itu, pengetahuan manusia bersifat baharu dan pengetahuan Tuhan bersifat qadim, yaitu semenjak azalinya. Tuhan mengetahui segala hal yang terjadi di alam ini. Namun begitu, pengetahuan Tuhan tidak dapat diberi sifat-sifat kulliyat atau juz’iyyat, karena sifat-sifat yang demikian hanya dapat dikaitkan kepada makhluk saja. Secara pasti, pengetahuan Tuhan tidak dapat diketahui kecuali oleh Tuhan sendiri.

Ibnu Rusyd mengemukakan pendapat Aristoteles yang telah disetujuinya. Aristoteles berpendapat bahwa Tuhan tidaklah mengetahui persoalah juziyat (hal-hal partikular). Tuhan ibarat seorang kepala negara yang tidak mengetahui persoalan-persoalan kecil di daerahnya.

Pendapat Aristoteles itu disetujuinya dengan didasarkan atas argumen sebagai berikut :

Yang menggerakkan itu yakni Tuhan Al Muharrik. Tuhan itu merupakan akal yang murni bahkan merupakan akal yang setinggi-tingginya. Karena itu pengetahuan dari akal yang tertinggi itu haruslah merupakan pengetahuan yang tertinggi pula agar ada persesuaian antara yang mengetahui dan yang diketahui. Dan karena itu pula tidak mungkin Tuhan itu mengetahui selain daripada zat-Nya sendiri. Sebab tidak ada zat lain yang sama luhurnya dengan zat Tuhan.

Sesuatu yang diketahui Tuhan itu menjadi sebab untuk adanya pengetahuan Tuhan. Jadi kalau Tuhan mengetahui pula hal-hal yang kecil-kecil (juzilat/partikular), maka itu berarti bahwa pengetahuan Tuhan itu disebabkan hal hal yang kurang sempurna daripada-Nya. Ini adalah tidak wajar. Maka sudah seharusnya kalau Tuhan tidak mengetahui selain dari zat-Nya sendiri. Aristoteles menggambarkan Tuhan sebagai kehidupan yang abadi, sempurna dari segala jurusan dan sudah puas dengan kesempurnaan zat-Nya sendiri.

Maksud pemikiran Ibnu Rusyd adalah, Tuhan itu haruslah berupa suatu akal yang tertinggi. Penciptaan haruslah berawal dari akal pertama, yang memerintahkan akal kedua untuk mencipta, dan seterusnya hingga akal kesepuluh. Yang dimaksud Tuhan hanya mengetahui secara universal dan tidak mengetahui masalah juziyat atau hal-hal partikular adalah, bahwa Tuhan itu adalah yang Maha Tahu. Artinya, haruslah Ia sudah mengetahui segala perincian dari awal, ketika Ia menciptakan alam. Jadi kalau Tuhan mengetahui hal-hal partikular, maka Ia tidak layak disebut Tuhan, karena pengetahuan partikular adalah pengetahuan yang didapat dari proses tidak tahu menjadi tahu. Kalau Tuhan itu mengetahui secara partikular, berarti sebelumnya Tuhan ‘tidak mengetahui’ hal partikular tersebut, kemudian setelah hal-hal partikular terjadi, barulah Tuhan tahu. Jika akal Tuhan bergerak dari tidak tahu menjadi tahu, maka Ia tidak layak disebut Tuhan. Menurut Ibnu Rusyd, Tuhan haruslah sudah mengetahui segala bentuk perincian (yang partikular) dari awal penciptaannya secara universal.

Ibnu Rusyd menyetujui argumen Aristoteles dan Ibnu Sina, tetapi Al Ghazali membantah keras argumen tersebut. Ibn Rusyd menentang Al Ghazali dan tetap membela argumen Aristoteles dan Ibn Sina. Dalam pembelaannya, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa mereka yang mendakwa ahli-ahli filsafat yang memungkiri pengetahuan terhadap juziyat itu disebabkan karena mereka tidak dapat memahami maksud dari para ahli filsafat. Maksud para ahli filsafat tersebut adalah memungkiri pengetahuan Tuhan kepada juziyat sebagaimana pengetahuan yang dicapai oleh orang-orang biasa. Sebagai penganut Aristoteles, ia mencari jalan dengan begitu saja meninggalkan pendapat Aristoteles disamping ia juga tetap tidak mau meninggalkan prinsip-prinsip agama.



Manusia menurut Ibnu Rusyd, mempunyai dua gambaran yang dalam bahasa Arab disebut ma’ani. Kedua gambaran itu dinamakan percept (perasaan) dan concept (pikiran). Perasaan adalah gambaran khusus yang dapat diperoleh dengan pengalaman yang berasal dari materi. Ibnu Rusyd memberi perbedaan antara perasaan dan akal. Pemisahan ini memperlihatkan kecenderungan Ibnu Rusyd dalam memisahkan antara pengetahuan akali (aqli) dengan pengetahuan inderawi (naqli). Dengan sendirinya kedua pengetahuan ini berbeda dalam hal cara manusia memperolehnya. Pengetahuan inderawi diperoleh dengan percept (perasaan), sedangkan pengetahuan aqli diperoleh lewat akal, pemahamannya dilakukan dengan penalaran atau pikiran.


Akal sendiri dibagi menjadi dua jenis, yang pertama disebut akal praktis dan yang kedua adalah akal teoritis. Akal praktis memiliki fungsi sensasi, di mana akal ini dimiliki oleh semua manusia. Di samping memiliki fungsi sensasi, akal praktis juga memiliki pengalaman dan ingatan. Sedangkan akal teoritis mempunyai tugas untuk memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat universal. Perkembangan akal manusia menunjukkan benar adanya, buktinya dari sekian banyak manusia tidak semuanya berfikir sama dan cara mengambil kesimpulanpun berbeda pula, tergantung pada tingkat kecerdasan intelektualis manusia tersebut.


3.       Pengetahuan Tentang Alam


Ibnu Rusyd menjelaskan, perselisihan yang terjadi antara kaum teolog dengan kaum filosof klasik mengenai persoalan apakah alam semesta ini qadim (ada tanpa permulaan) atau hadits (ada setelah tiada) sebagaimana pendapat al-Ghazali. Menurut Rusyd dari yang tidak ada tidak mungkin menjadi ada, tetapi mungkin terjadi adalah “ada” yang berubah menjadi “ada” dalam bentuk lain. Lebih lanjut Rusyd mengatakan tidak ada ayat yang menunjukkan bahwa Tuhan pada mulanya berwujud sendiri, yaitu tidak ada wujud selain Allah dan kemudian barulah dijadikan alam, seperti tersebut dalam surat Hud ayat 7 berikut ini:  


”Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya ".


Inti dari ayat di atas menurut pemahaman Ibnu Rusyd adalah sebelum adanya wujud langit dan bumi telah ada wujud lain yaitu air atau uap, kemudian Allah menciptakan bumi dengan air atau uap tersebut. Memang alam ini betul diwujudkan atau diciptakan kata Rusyd, tetapi diwujudkan secara terus menerus, artinya penciptaan itu terus menerus setiap saat dalam bentuk perubahan alam yang berkelanjutan, semua bagian alam akan berubah dalam bentuk baru menggantikan bentuk lama. Pencipta alam hanya dilakukan sekali saja.


Adapun keabadian alam ini menurut Rusyd ada dua macam keabadian yaitu keabadian dengan sebab dan keabadian tanpa sebab. Hanya Tuhan yang abadi tanpa sebab, sedangkan alam menjadi abadi tetapi dengan adanya sebab atau perantara.


Perbedaan pendapat al-Ghazali dan teolog lainnya dengan pemikiran Ibnu Rusyd hanya pada penamaan saja, tetapi subtansinya tidak ada beda satu sama lain. Penulis yakin tidak ada yang salah dengan Ibnu Rusyd, barangkali berbeda sudut pandang saja. Andaikata mereka hidup dalam satu zaman mungkin perdebatan itu tidak akan terjadi, sebab mereka sendiri pada dasarnya sepakat tentang adanya tiga macam wujud yaitu: Sisi wujud yang pertama adalah: Wujud yang tercipta dari sesuatu di luar dirinya sendiri dan berasal dari sesuatu yang berbeda, yang tercipta dari bahan (materi) tertentu dan didahului oleh zaman. Inilah kondisi benda-benda wujud yang tertangkap indera seperti air, udara, bumi, hewan tumbuhan dan sebagainya. Wujud ini disepakati untuk menamakannya sebagai sesuatu yang muhdatsah (tercipta setelah tidak ada).


Sisi wujud yang kedua berseberangan dengan sisi tersebut di atas adalah wujud yang keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak disebabkan oleh sesuatu apapun juga dan tidak didahului oleh zaman. Sisi wujud ini juga disepakati, untuk menamakannya sebagai yang qadim (ada tanpa permulaan). Wujud ini adalah Allah Ta’ala, penggerak sesuatu yang ada.


Ketiga sisi wujud yang di antara keduanya yaitu: wujud yang keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak didahului oleh zaman, akan tetapi keberadaannya disebabkan oleh suatu penggerak. Sisi wujud ini adalah alam semesta dengan segala perangkatnya. Mereka semua setuju adanya tiga sifat tersebut pada alam semesta. Para teolog mengakui bahwa zaman tidak mendahului alam semesta, karena zaman adalah sesuatu yang menyertai gerak dan benda. Jadi letak permasalahannya adalah sisi wujud yang pertengahan ini menempati dan memiliki persamaan dengan wujud yang muhdats maupun wujud yang qadim.

Menurud Ibnu Rusyd alam ini adalah azali, tanpa permulaan. Dengan demikian berarti bahwa bagi Ibnu Rusyd ada dua hal yang azali, yaitu Tuhan dan alam itu sendiri. Hanya saja bagi Ibnu Rusyd, keazalian Tuhan itu berbeda dengan keazalian alam. Menurutnya, keazalian Tuhan lebih utama daripada keazalian alam.

Untuk memperkuat argumennya, ia menyatakan pembelaannya sebagai berikut: Seandainya alam ini tidak azali, ada permulaannya, maka alam ini menjadi hadits (baru), mesti ada yang menjadikannya, dan yang menjadikan alam, haruslah ada yang menjadikan pula. Demikian berturut-turut tak ada habisnya. Keadaan berantai seperti itu (tasalsul) dengan tiada berkeputusan akan merupakan hal yang tidak dapat diterima akal pikiran. Jadi mustahil kalau alam itu hadis (baru).

Karena diantara Tuhan dengan alam ada hubungan, meskipun tidak sampai pada masalah perincian walhal Tuhan azali, dan Tuhan yang azali itu tidak akan berhubungan sama, terkecuali dengan yang azali pula, maka seharusnya alam ini azali, meskipun keazaliannya kurang utama daripada keazalian Tuhan.




BAB III


PENUTUP



Kesimpulan



Beberapa penjelasan serta analisis yang penulis paparkan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

·         Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Muhammad Ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan.

·         Ibnu Rusyd pernah menjadi qodhi di sevile setelah dua tahun mengabdi ia pun diangkat menjadi hakim agung di kordoba, selain tu pada tahun 1182 ia kembali ke istana muwahidun di marakhes menjadi dokter pribadi khalifah pengganti Ibnu Thufail.

·         Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak bertentangan bertentangan dengan filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya tidak lebih dari bernalar tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya pencipta.

·         Ibnu Rusyd mengemukakan pendapat Aristoteles yang telah disetujuinya. Aristoteles berpendapat bahwa Tuhan tidaklah mengetahui persoalah juziyat (hal-hal partikular). Tuhan ibarat seorang kepala negara yang tidak mengetahui persoalan-persoalan kecil di daerahnya.

·         Manusia menurut Ibnu Rusyd, mempunyai dua gambaran yang dalam bahasa Arab disebut ma’ani. Kedua gambaran itu dinamakan percept (perasaan) dan concept (pikiran).

·         Menurud Ibnu Rusyd alam ini adalah azali, tanpa permulaan. Dengan demikian berarti bahwa bagi Ibnu Rusyd ada dua hal yang azali, yaitu Tuhan dan alam itu sendiri. Hanya saja bagi Ibnu Rusyd, keazalian Tuhan itu berbeda dengan keazalian alam. Menurutnya, keazalian Tuhan lebih utama daripada keazalian alam.




Saran



Berdasarkan pembahasan, saran pemakalah adalah sebagai generasi penerus harus paham dan mengerti dengan pemikiran tokoh Islam agar pemikiran tersebut tidak dibajak oleh orang non muslim. Ketidak pedulian tersebut yang menjadi sebab utama dalam kemundurun Islam serta orang menjadi pasif dan jumud dalam bertindak.




DAFTAR PUSTAKA




Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1986)

Ahmad Hanafi, Pengantar filsafat islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1991)



http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/al-ghazali-versus-ibnu-rusyd-metafisika.html

Followers

Animated Cool Shiny Blue Pointer
Powered By Blogger